CPNS, Calon Penghuni Negeri Surga | Blog Legenda Tauhid

Saturday,March 15,2025

CPNS, Calon Penghuni Negeri Surga


20.44 |

Segala sesuatu pasti ada ciri - cirinya, demikian juga dengan CPNS atau Calon penghuni negeri surga.yaitu : Membaca dan tadabbur (merenungkan atau memikirkan isi kandungan) Al Quranul Karim. Pertama Orang yang membaca, mentadabburi dan memperhatikan isi kandungan Al Quran akan mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang menjadikan imannya kuat dan bertambah.
Kedua: Mengenal Al Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah yang menunjukkan kesempurnaan Allah secara mutlak dari berbagai segi. Bila seorang hamba mengenal Rabbnya dengan pengetahuan yang hakiki, kemudian selamat dari jalan orang-orang yang menyimpang, sungguh ia telah diberi taufiq dalam mendapatkan tambahan iman. Karena seorang hamba bila mengenal Allah dengan jalan yang benar, dia termasuk orang yang paling kuat imannya dan ketaatannya, kuat takutnya dan muroqobahnya kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-Nya adalah ulama.” (QS. Fathir [35]: 28). Al Imam Ibnu Katsir menjelaskan: “Sesungguhnya hamba yang benar-benar takut kepada Allah adalah ulama yang mengenal Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/533).
Ketiga: Memperhatikan siroh atau perjalanan hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni dengan mengamati, memperhatikan dan mempelajari siroh beliau dan sifat-sifatnya yang baik serta perangainya yang mulia.
Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan: “Dari sini kalian mengetahui sangat pentingnya hamba untuk mengenal Rasul dan apa yang dibawanya, dan membenarkan pada apa yang beliau kabarkan serta mentaati apa yang beliau perintahkan. Karena tidak ada jalan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat kecuali dengan tuntunannya. Tidak ada jalan untuk mengetahui baik dan buruk secara mendetail kecuali darinya.Maka kalau seseorang memperhatikan sifat dan akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Al Quran dan Al Hadits, niscaya dia akan mendapatkan manfaat dengannya, yakni ketaatannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi kuat, dan bertambah cintanya kepada beliau. Itu adalah tanda bertambahnya keimanan yang mewariskan mutaba’ah dan amalan sholih.”
Keempat: Mempraktekkan (mengamalkan) kebaikan-kebaikan agama Islam. Ketahuilah, sesungguhnya ajaran Islam itu semuanya baik, paling benar aqidahnya, paling terpuji akhlaknya, paling adil hukum-hukumnya. Dari pandangan inilah Allah menghiasi keimanan di hati seorang hamba dan membuatnya cinta kepada keimanan, sebagaimana Allah memenuhi cinta-Nya kepada pilihan-Nya, yakni Nabiyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat QS. Al Hujurat [49]: 7)
Maka iman di hati seorang hamba adalah sesuatu yang sangat dicintai dan yang paling indah. Oleh karena itu seorang hamba akan merasakan manisnya iman yang ada di hatinya, sehingga dia akan menghiasi hatinya dengan pokok-pokok dan hakikat-hakikat keimanan, dan menghiasi anggota badannya dengan amal-amal nyata (amal sholih). (At Taudhih wal Bayan, hal 32-33)Kelima: Membaca siroh atau perjalanan hidup Salafush Shalih. Yang dimaksud Salafush Shalih di sini adalah para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orangyang mengikuti mereka dengan baik (lihat QS. At Taubah [9]: 100). Barangsiapa membaca dan memperhatikan perjalanan hidup mereka, akan mengetahui kebaikan-kebaikan mereka, akhlak-akhlak yang agung, ittiba’ mereka kepada Allah, perhatian mereka kepada iman, rasa takut mereka dari dosa, kemaksiatan, riya’ dan nifaq, juga ketaatan mereka dan bersegera dalam kebaikan, kekuatan iman mereka dan kuatnya ibadah mereka kepada Allah dan sebagainya.Dan tidak kala pentinya adalah
Dalam rotasi kehidupan yang dijalani umat Islam saat ini, betapa sungguh dapat disaksikan bahwa semakin banyak yang menyangsikan efektifitas dari diberlakukannya syari’at Islam. Penentangan yang lumrah datang tentu dari umat di luar Islam yang merasa khawatir akan ‘terzhalimi’ oleh syari’at tersebut, namun penentangan yang keras dilakukan justru timbul dari tubuh umat Islam sendiri yang lebih berkiblat kepada akal dan hawa-nafsu semata.
Ini tentu saja menyebabkan persoalan yang ada tidak kunjung selesai, bahkan bisa memunculkan persoalan baru karena solusi yang dicari bukan kembali kepada kitabullah, melainkan mengambil konsep kaum liberal dan sekuler yang membatasi kedudukan agama hanya cocok diterapkan dalam kisaran rumah-tangga dan kaifiyat beribadah di masjid semata. Sementara Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Wahai Muhammad, hendaklah kamu mengadili perkara kaum Yahudi dan Nasrani dengan syari’at yang Allah turunkan dalam al-Qur’an. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya kamu tidak terpedaya oleh mereka, sehingga kamu meninggalkan sebagian syari’at yang Allah turunkan kepadamu. Jika mereka meninggalkan sebagian syari’at itu, ketahuilah bahwa Allah berkehendak menimpakan adzab kepada mereka karena dosa-dosa mereka. Sebagian besar manusia itu benar-benar durhaka kepada Allah.“ (QS. al-Ma’idah, 5:49)
Sebagaimana umat-umat terdahulu yang banyak bermaksiat kepada Allah Ta’ala, mereka yang menolak syari’at, baik secara halus maupun dengan terang-terangan, juga mengatakan perkataan yang serupa seperti yang Allah Ta’ala beritahukan dalam firman-Nya,
Artinya, “Wahai orang beriman, bila orang-orang kafir kamu ajak, “Ikutilah ajaran yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya. “Orang-orang kafir menjawab, “Kami telah mengikuti tradisi yang kami warisi dari nenek-moyang kami.” Sekalipun tradisi nenek-moyang mereka itu dari setan yang mengajak manusia menuju adzab neraka Sa’ir.“ (QS. Luqman, 31:21)
Mengapa harus dengan syari’at Islam? Inilah pertanyaan yang senantiasa meliputi benak dan pikiran orang-orang kafir, atau orang-orang liberal dan sekuler. Jawabnya ialah karena hanya dengan syari’at Islam yang sempurnalah, yang mampu menjawab segala pemasalahan dunia (solusi globalisasi), dan tidak terdapat pada tatanan hidup selainnya. Inilah tujuan syari’at (maqoshidus syari’at), yang diturunkan Allah Ta’ala untuk memelihara lima perkara, yaitu:
1. Memelihara akidah (hifdzud dien) atau memelihara tauhidullah.
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Wahai Muhammad, perangilah kaum musyrik sampai tidak ada lagi kemusyrikan dan penyembahan berhala di Makkah, dan orang-orang Makkah mengikuti Islam semata-mata karena Allah. Jika kaum musyrik tidak mau berhenti dari perbuatan syirik mereka, maka Allah Maha mengetahui apa saja yang mereka lakukan.“ (QS. al-Anfal, 8:39)
Tauhid Lailahaillallah tidak akan tegak kecuali dengan hilang dan lenyapnya kesyirikan, dan tidak akan hilang syirik dan kesyirikan hanya dengan dakwah dan melaksanakan  ibadah mahdhah semata, melainkan harus disempurnakan dengan jihad fisabilillah sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, beliau memulai dengan dakwah di Makkah dan melanjutkannya dengan jihad di Madinah.
 2. Memelihara keselamatan hidup (hifzun nafsi),
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Orang-orang yang mencari-cari alasan dalam meminta izin untuk tidak ikut berjihad guna membela Islam adalah dari kalangan Arab Badui dan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu senang tinggal di rumah. Orang-orang kafir di kalangan mereka itu akan mendapat­kan adzab yang amat pedih di akhirat.“ (QS. at-Taubah, 9:90).
Berpangku-tangan dan tenggelam dalam kenikmatan hidup dunia sehingga menyebabkan terlalu cinta dunia dan terlalu takut dengan kematian akan menghancurkan seluruh potensi kemuliaan yang Allah berikan kepada umat manusia. Maka semangat yang jitu berlandaskan tauhid yang kuat dan kokoh, berjihad menegakkan syaria’t, merupakan asas dan pondasi terpeliharanya jiwa dari  segala tindakan bejat yang merusak jiwa seperti mengkonsumsi makanan dan minuman yang diharamkan syari’at dan melakukan tindakan kriminal yang dilakukan oleh sebagian manusia tehadap sebagian lainnya, baik rakyat terhadap rakyat, atau penguasa terhadap rakyatnya.
  3. Memelihara kesehatan akal dan mental (hifzul aqli),
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, ”Wahai Muhammad, katakanlah kepada kaum musyrik Quraisy, “Kemarilah kalian. Aku akan mem­bacakan kepada kalian apa-apa yang Tuhan haramkan bagi kalian. Yang diharamkan adalah menyekutukan sesuatu apa pun dengan Allah. Kalian diwajibkan untuk berbuat baik kepada ibu-bapak. Kalian diharamkan membunuh anak-anak kalian karena takut melarat, Allah lah yang memberi rezeki kepada kalian dan anak-anak kalian. Kalian diharamkan mendekati zina, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Kalian diharam­kan membunuh jiwa yang Allah telah haramkan mem­bunuhnya, kecuali ada alasan yang benar. Demikianlah Allah mengajarkan syari’at-Nya kepada kalian supaya kalian mau berpikir.” (QS. al-An’am, 6:151)
Dan firman-Nya,
Artinya, “Wahai orang-orang yang berakal sehat, pelaksanaan qishash, hukuman setimpal dalam kasus pembunuhan menjamin keselamatan hidup kalian, agar kalian selamat dari bahaya pembunuhan.“ (QS. al-Baqarah, 2:179)
4. Memelihara kesucian keturunan (hifzun nasli),
Firman-Nya,
Artinya, “Janganlah kalian mendekati perbuatan zina. Sungguh perbuatan zina itu merupakan perbuatan yang kotor dan perilaku hidup yang sangat buruk.“ (QS. al-Isra’, 17:32)
5. Memelihara hak kebendaan, baik milik pribadi maupun masyarakat (hifzul mal).
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Wahai kaum mukmin, potonglah tangan-tangan laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri sebagai hukuman atas perbuatan mereka. Hukuman itu sebagai pelajaran dari Allah bagi orang lain. Allah Maha­perkasa dan Mahabijaksana dalam menentukan hukuman.“ (QS. al-Ma’idah, 5:38)

Lalu bagi mereka yang menolak hukum Allah Ta’ala untuk diterapkan di setiap lini kehidupan karena didasari keengganan dan kebencian, atau menganggap ada hukum lain yang lebih ‘positif’ dari syari’at-Nya, maka Allah Ta’ala terhadap orang yang demikian telah memberitahukan ancaman-ancaman-Nya; sebagai orang yang kafir, zalim, fasik dan murtad. Allah berfirman,
Artinya, ”…Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir…. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim… Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Ma’idah, 5:44, 45, 47)
Wajib disadari bahwa menegakkan dan melaksanakan syari’at Islam merupakan salah-satu upaya setiap pribadi umat Islam dalam bersyukur kepada Allah Ta’ala terhadap segala kenikmatan dan limpahan rezeki-Nya yang tiada pernah putus. Dan bentuk kenikmatan yang hampir-hampir dilupakan umat Islam di Indonesia adalah kenikmatan berupa kemerdekaan dari rongrongan bangsa penjajah yang ingin menguasai khazanah alam yang kaya dan berlimpah-ruah rezekinya (gema ripah loh jinawi) ini.
Tidaklah cukup pernyataan syukur tersebut hanya termaktub pada teks UUD 1945 alinea ke-tiga yang rutinnya dibaca secara tekstual saja di tiap peringatan 17 Agustusan semata, namun yang amat penting adalah pembuktiannya secara riil sehingga tujuan kemerdekaan yang hakiki dapat terwujud sempurna sesuai garis-garis besar haluan-Nya (GBHN). Bukankah pula telah jelas tertulis tentang pengakuan umat Islam Indonesia bahwa kemerdekaan yang diperoleh adalah; Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha esa…Maka setelah lewat masa 67 tahun hidup dalam kemerdekaan, mengapakah keterpurukan semakin menjadi-jadi, khususnya bagi kemerdekaan umat Islam dalam usahanya menjalankan kehidupan bersyari’at.
Berjuang menegakkan syari’at Islam merupakan fardhu ‘ain bagi setiap mu’min dalam segala situasi dan kondisi. Islam sebagai satu harakah atau gerakan, menuntut umatnya agar senantiasa aktif berdakwah menyebarkan ajarannya karena tidak akan pernah mencapai tujuannya jika umatnya memahami Islam hanya sebagai satu akidah dan syari’at saja. Islam sebagai satu akidah bermakna ialah mengimaninya bahwa  Islam adalah satu-satunya kebenaran mutlak yang tidak terdapat pada agama selainnya. Hanya Islamlah yang ajarannya paling tinggi, terpuji dan mulia, sementara ajaran selainnya adalah rendah, hina, dan tercela. Sehingga dengan mengimaninya, memahami, dan mengamalkan ajarannya akan mendapat ketenangan, kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Islam diyakini sebagai satu syari’at maksudnya ialah mengimani dan memahami bahwa syari’atnya (peraturan dan perundang-undangannya) saja yang paling adil dan beradab, serta bersifat universalmeliputi alam semesta. Adapun hukum selainnya adalah batil, diskriminatif, dan tidak adil. Jika akidah dan syari’at ini diamalkan, maka akan tersebar akhlak yang mulia ditengah kehidupan manusia yang kini semakin jauh dari peradaban Islami.
Melalui akidah yang lurus dan syari’at yang dilaksanakan, maka akan terwujud umat Islam yang benar-benar menjadikan Allah azza wa jalla sebagai  satu-satunya tujuan hidup (Allahu gaayatuna), rasulullah sebagai teladan dan panutan (ar-Rasul  qudwatuna), al-Qur’an sebagai undang-undang hidup (al-Qur’anu dusturuna), dan mati syahid adalah setinggi-tinggi cita-cita (al-mautu fie sabilillahi asmai amaanina). Dan untuk jalan kemuliaan tersebutlah–Rasulullah saw diutus. Beliau saw bersabda,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلَاقِ.
Artinya, “Sesungguhnya hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.”  (HR. Bukhari)
Untuk meraih semua inilah, Islam menjadi wajib diamalkan sebagai sebuah gerakan aktif yang tidak mengenal lemah dan lelah karena Allah Ta’ala mengingatkan bahwa,
Artinya, “Wahai kaum mukmin, janganlah kalian merasa hina dan jangan berse­dih. Derajat kalian lebih tinggi daripada orang-orang kafir, jika kalian benar-benar beriman kepada Muhammad.“ (QS. Ali ‘Imran, 3:139)
Dan juga firman-Nya,
Artinya, “Wahai kaum mukmin, janganlah kalian lemah semangat dalam menge­jar kaum kafir. Jika kalian merasakan sakit, mereka pun merasakan sakit seperti kalian. Kalian mengharapkan pahala dari Allah, sedangkan orang-orang kafir sama sekali tidak meng­harapkan pahala dari Allah. Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana dalam menetapkan syari’at perang.“ (QS. an-Nisa’, 4:104)
- See more at: http://www.arrahmah.com/rubrik/prinsip-prinsip-meraih-kemenangan-dan-pertolongan-allah-dalam-penegakan-syariat.html#sthash.wgmFxN7Q.dpuf
Dalam rotasi kehidupan yang dijalani umat Islam saat ini, betapa sungguh dapat disaksikan bahwa semakin banyak yang menyangsikan efektifitas dari diberlakukannya syari’at Islam. Penentangan yang lumrah datang tentu dari umat di luar Islam yang merasa khawatir akan ‘terzhalimi’ oleh syari’at tersebut, namun penentangan yang keras dilakukan justru timbul dari tubuh umat Islam sendiri yang lebih berkiblat kepada akal dan hawa-nafsu semata.
Ini tentu saja menyebabkan persoalan yang ada tidak kunjung selesai, bahkan bisa memunculkan persoalan baru karena solusi yang dicari bukan kembali kepada kitabullah, melainkan mengambil konsep kaum liberal dan sekuler yang membatasi kedudukan agama hanya cocok diterapkan dalam kisaran rumah-tangga dan kaifiyat beribadah di masjid semata. Sementara Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Wahai Muhammad, hendaklah kamu mengadili perkara kaum Yahudi dan Nasrani dengan syari’at yang Allah turunkan dalam al-Qur’an. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya kamu tidak terpedaya oleh mereka, sehingga kamu meninggalkan sebagian syari’at yang Allah turunkan kepadamu. Jika mereka meninggalkan sebagian syari’at itu, ketahuilah bahwa Allah berkehendak menimpakan adzab kepada mereka karena dosa-dosa mereka. Sebagian besar manusia itu benar-benar durhaka kepada Allah.“ (QS. al-Ma’idah, 5:49)
Sebagaimana umat-umat terdahulu yang banyak bermaksiat kepada Allah Ta’ala, mereka yang menolak syari’at, baik secara halus maupun dengan terang-terangan, juga mengatakan perkataan yang serupa seperti yang Allah Ta’ala beritahukan dalam firman-Nya,
Artinya, “Wahai orang beriman, bila orang-orang kafir kamu ajak, “Ikutilah ajaran yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya. “Orang-orang kafir menjawab, “Kami telah mengikuti tradisi yang kami warisi dari nenek-moyang kami.” Sekalipun tradisi nenek-moyang mereka itu dari setan yang mengajak manusia menuju adzab neraka Sa’ir.“ (QS. Luqman, 31:21)
Mengapa harus dengan syari’at Islam? Inilah pertanyaan yang senantiasa meliputi benak dan pikiran orang-orang kafir, atau orang-orang liberal dan sekuler. Jawabnya ialah karena hanya dengan syari’at Islam yang sempurnalah, yang mampu menjawab segala pemasalahan dunia (solusi globalisasi), dan tidak terdapat pada tatanan hidup selainnya. Inilah tujuan syari’at (maqoshidus syari’at), yang diturunkan Allah Ta’ala untuk memelihara lima perkara, yaitu:
1. Memelihara akidah (hifdzud dien) atau memelihara tauhidullah.
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Wahai Muhammad, perangilah kaum musyrik sampai tidak ada lagi kemusyrikan dan penyembahan berhala di Makkah, dan orang-orang Makkah mengikuti Islam semata-mata karena Allah. Jika kaum musyrik tidak mau berhenti dari perbuatan syirik mereka, maka Allah Maha mengetahui apa saja yang mereka lakukan.“ (QS. al-Anfal, 8:39)
Tauhid Lailahaillallah tidak akan tegak kecuali dengan hilang dan lenyapnya kesyirikan, dan tidak akan hilang syirik dan kesyirikan hanya dengan dakwah dan melaksanakan  ibadah mahdhah semata, melainkan harus disempurnakan dengan jihad fisabilillah sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, beliau memulai dengan dakwah di Makkah dan melanjutkannya dengan jihad di Madinah.
 2. Memelihara keselamatan hidup (hifzun nafsi),
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Orang-orang yang mencari-cari alasan dalam meminta izin untuk tidak ikut berjihad guna membela Islam adalah dari kalangan Arab Badui dan orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu senang tinggal di rumah. Orang-orang kafir di kalangan mereka itu akan mendapat­kan adzab yang amat pedih di akhirat.“ (QS. at-Taubah, 9:90).
Berpangku-tangan dan tenggelam dalam kenikmatan hidup dunia sehingga menyebabkan terlalu cinta dunia dan terlalu takut dengan kematian akan menghancurkan seluruh potensi kemuliaan yang Allah berikan kepada umat manusia. Maka semangat yang jitu berlandaskan tauhid yang kuat dan kokoh, berjihad menegakkan syaria’t, merupakan asas dan pondasi terpeliharanya jiwa dari  segala tindakan bejat yang merusak jiwa seperti mengkonsumsi makanan dan minuman yang diharamkan syari’at dan melakukan tindakan kriminal yang dilakukan oleh sebagian manusia tehadap sebagian lainnya, baik rakyat terhadap rakyat, atau penguasa terhadap rakyatnya.
  3. Memelihara kesehatan akal dan mental (hifzul aqli),
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, ”Wahai Muhammad, katakanlah kepada kaum musyrik Quraisy, “Kemarilah kalian. Aku akan mem­bacakan kepada kalian apa-apa yang Tuhan haramkan bagi kalian. Yang diharamkan adalah menyekutukan sesuatu apa pun dengan Allah. Kalian diwajibkan untuk berbuat baik kepada ibu-bapak. Kalian diharamkan membunuh anak-anak kalian karena takut melarat, Allah lah yang memberi rezeki kepada kalian dan anak-anak kalian. Kalian diharamkan mendekati zina, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Kalian diharam­kan membunuh jiwa yang Allah telah haramkan mem­bunuhnya, kecuali ada alasan yang benar. Demikianlah Allah mengajarkan syari’at-Nya kepada kalian supaya kalian mau berpikir.” (QS. al-An’am, 6:151)
Dan firman-Nya,
Artinya, “Wahai orang-orang yang berakal sehat, pelaksanaan qishash, hukuman setimpal dalam kasus pembunuhan menjamin keselamatan hidup kalian, agar kalian selamat dari bahaya pembunuhan.“ (QS. al-Baqarah, 2:179)
4. Memelihara kesucian keturunan (hifzun nasli),
Firman-Nya,
Artinya, “Janganlah kalian mendekati perbuatan zina. Sungguh perbuatan zina itu merupakan perbuatan yang kotor dan perilaku hidup yang sangat buruk.“ (QS. al-Isra’, 17:32)
5. Memelihara hak kebendaan, baik milik pribadi maupun masyarakat (hifzul mal).
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Wahai kaum mukmin, potonglah tangan-tangan laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri sebagai hukuman atas perbuatan mereka. Hukuman itu sebagai pelajaran dari Allah bagi orang lain. Allah Maha­perkasa dan Mahabijaksana dalam menentukan hukuman.“ (QS. al-Ma’idah, 5:38)

Lalu bagi mereka yang menolak hukum Allah Ta’ala untuk diterapkan di setiap lini kehidupan karena didasari keengganan dan kebencian, atau menganggap ada hukum lain yang lebih ‘positif’ dari syari’at-Nya, maka Allah Ta’ala terhadap orang yang demikian telah memberitahukan ancaman-ancaman-Nya; sebagai orang yang kafir, zalim, fasik dan murtad. Allah berfirman,
Artinya, ”…Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir…. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim… Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Ma’idah, 5:44, 45, 47)
Wajib disadari bahwa menegakkan dan melaksanakan syari’at Islam merupakan salah-satu upaya setiap pribadi umat Islam dalam bersyukur kepada Allah Ta’ala terhadap segala kenikmatan dan limpahan rezeki-Nya yang tiada pernah putus. Dan bentuk kenikmatan yang hampir-hampir dilupakan umat Islam di Indonesia adalah kenikmatan berupa kemerdekaan dari rongrongan bangsa penjajah yang ingin menguasai khazanah alam yang kaya dan berlimpah-ruah rezekinya (gema ripah loh jinawi) ini.
Tidaklah cukup pernyataan syukur tersebut hanya termaktub pada teks UUD 1945 alinea ke-tiga yang rutinnya dibaca secara tekstual saja di tiap peringatan 17 Agustusan semata, namun yang amat penting adalah pembuktiannya secara riil sehingga tujuan kemerdekaan yang hakiki dapat terwujud sempurna sesuai garis-garis besar haluan-Nya (GBHN). Bukankah pula telah jelas tertulis tentang pengakuan umat Islam Indonesia bahwa kemerdekaan yang diperoleh adalah; Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha esa…Maka setelah lewat masa 67 tahun hidup dalam kemerdekaan, mengapakah keterpurukan semakin menjadi-jadi, khususnya bagi kemerdekaan umat Islam dalam usahanya menjalankan kehidupan bersyari’at.
Berjuang menegakkan syari’at Islam merupakan fardhu ‘ain bagi setiap mu’min dalam segala situasi dan kondisi. Islam sebagai satu harakah atau gerakan, menuntut umatnya agar senantiasa aktif berdakwah menyebarkan ajarannya karena tidak akan pernah mencapai tujuannya jika umatnya memahami Islam hanya sebagai satu akidah dan syari’at saja. Islam sebagai satu akidah bermakna ialah mengimaninya bahwa  Islam adalah satu-satunya kebenaran mutlak yang tidak terdapat pada agama selainnya. Hanya Islamlah yang ajarannya paling tinggi, terpuji dan mulia, sementara ajaran selainnya adalah rendah, hina, dan tercela. Sehingga dengan mengimaninya, memahami, dan mengamalkan ajarannya akan mendapat ketenangan, kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
Islam diyakini sebagai satu syari’at maksudnya ialah mengimani dan memahami bahwa syari’atnya (peraturan dan perundang-undangannya) saja yang paling adil dan beradab, serta bersifat universalmeliputi alam semesta. Adapun hukum selainnya adalah batil, diskriminatif, dan tidak adil. Jika akidah dan syari’at ini diamalkan, maka akan tersebar akhlak yang mulia ditengah kehidupan manusia yang kini semakin jauh dari peradaban Islami.
Melalui akidah yang lurus dan syari’at yang dilaksanakan, maka akan terwujud umat Islam yang benar-benar menjadikan Allah azza wa jalla sebagai  satu-satunya tujuan hidup (Allahu gaayatuna), rasulullah sebagai teladan dan panutan (ar-Rasul  qudwatuna), al-Qur’an sebagai undang-undang hidup (al-Qur’anu dusturuna), dan mati syahid adalah setinggi-tinggi cita-cita (al-mautu fie sabilillahi asmai amaanina). Dan untuk jalan kemuliaan tersebutlah–Rasulullah saw diutus. Beliau saw bersabda,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلَاقِ.
Artinya, “Sesungguhnya hanya saja aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.”  (HR. Bukhari)
Untuk meraih semua inilah, Islam menjadi wajib diamalkan sebagai sebuah gerakan aktif yang tidak mengenal lemah dan lelah karena Allah Ta’ala mengingatkan bahwa,
Artinya, “Wahai kaum mukmin, janganlah kalian merasa hina dan jangan berse­dih. Derajat kalian lebih tinggi daripada orang-orang kafir, jika kalian benar-benar beriman kepada Muhammad.“ (QS. Ali ‘Imran, 3:139)
Dan juga firman-Nya,
Artinya, “Wahai kaum mukmin, janganlah kalian lemah semangat dalam menge­jar kaum kafir. Jika kalian merasakan sakit, mereka pun merasakan sakit seperti kalian. Kalian mengharapkan pahala dari Allah, sedangkan orang-orang kafir sama sekali tidak meng­harapkan pahala dari Allah. Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana dalam menetapkan syari’at perang.“ (QS. an-Nisa’, 4:104)
- See more at: http://www.arrahmah.com/rubrik/prinsip-prinsip-meraih-kemenangan-dan-pertolongan-allah-dalam-penegakan-syariat.html#sthash.wgmFxN7Q.dpuf
mengenal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan sejarah hidupnya yang meliputi sifat-sifat mulia dan budi pekerti beliau yang sangat luhur sekali, sebagaimana disifatkan Allah Ta’ala dalam firmanNya:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Qs. al-Qalam:4).
Disamping keluhuran budi pekerti Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga adalah utusan yang Allah Ta’ala angkat untuk menjelaskan kepada manusia cara ibadah pengabdian yang benar. Dengan ibadah yang benar inilah seorang dapat menyempurnakan sifat kemanusiaannya, sebab Allah Ta’ala menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (ibadah) kepada-Ku” (Qs.Adz-Dzariyaat : 56).
Jelaslah ukuran manusai yang sempurna sesuai dengan kesempurnaan peribadahan kepada sang penciptanya.
Kebahagian pun diraih manusia bila tujuan penciptaannya tersebut terwujudkan secara sempurna. Hal ini tidak dapat diwujudkan tanpa mengikuti dan mencontoh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam .
Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah menjelaskan hal ini dengan cukup indah dalam ungkapan beliau: “Tidak ada jalan menggapai kebahagian dan kesuksesan didunia dan akherat kecuali ada ditangan para Rasul. Tidak ada juga cara mengenal yang baik dan buruk secara terperinci kecuali dari sisi mereka. Demikian juga tidak dapat diraih keridhaan Allah Ta’ala sama sekali kecuali ditangan mereka. Yang baik dari prilaku, perkataan dan akhlak hanyalah ada pada petunjuk dan ajaran mereka. Merekalah timbangan yang pas untuk menimbang seluruh perkataan dan perbuatan serta akhlak manusia dengan perkataan dan perbuatan serta akhlak mereka. Dengan mengikuti mereka terpisahlah orang yang mendapat petunjuk dengan yang sesat. Kebutuhan mendesak kepada para rasul lebih besar dari pada kebutuhan badan kepada ruhnya dan mata kepada cahayanya serta ruh kepada kehidupannya. Semua kebutuhan yang harus ditunaikan segera maka kebutuhan mendesak kepada para Rasul diatas itu semua” (Zaad al-Ma’ad, 1/79).

Beliau pun menambahkan: “Apabila kebahagian hamba di dunia dan akherat bergantung kepada petunjuk Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, maka wajib pada setiap orang yang ingin kebaikan untuk dirinya dan ingin kesuksesan dan kebahagian untuk mengetahui ajaran, sejarah hidup dan semua urusan Rasul Shallallahu’alaihi Wasallam yang dapat mengeluarkannya dari lingkungan orang-orang bodoh dan memasukkannya kedalam hitungan pengikut, pendukung dan golongan beliau Shallallahu’alaihi Wasallam. orang dalam permasalahan ini ada yang mendapatkan sedikit, ada yang banyak dan ada yang tidak mendapatkannya sama sekali” (Zaad al-Ma’ad, 1/70).

Oleh karena itu, semakin kita mempelajari dan merenungkan sifat-sifat nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits serta kitab-kitab sejarah nabi (sirah nabawiyyah) semakin banyak juga mendapatkan kebaikan dan kecintaan kepada beliau Shallallahu’alaihi Wasallam serta cinta untuk mengikuti perkataan dan perbuatan beliau Shallallahu’alaihi Wasallam. secara otomatis akan menumbuhkan keimanan yang bertambah sempurna terhadap Allah yang mengutus beliau dan ajaran keimanan dan islam yang beliau telah sampaikan kepada seluruh manusia.
Dengan demikian mengenal sejarah beliau Shallallahu’alaihi Wasallam menjadi sebab seorang langsung beriman sebagaimana imannya Abu Bakar sahabat beliau Shallallahu’alaihi Wasallam yang paling tahu keadaan beliau sebelum kenabian dan sesudahnya. Juga akan menambah keimana orang yang telah beriman kepada beliau. Oleh karenanya Allah Ta’ala menganjurkan kita untuk merenungkan keadaan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menjadi faktor pendorong keimanan dalam firmanNya:
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِكُمْ مِنْ جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ
Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, Yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras” (Qs. Sabaa` : 46).
Semoga kita semua diberi taufiq untuk mengenal sejarah kehidupan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam agar menjadi hambaNya yang kokoh dan kuat imannya.
mengenal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan sejarah hidupnya yang meliputi sifat-sifat mulia dan budi pekerti beliau yang sangat luhur sekali, sebagaimana disifatkan Allah Ta’ala dalam firmanNya:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Qs. al-Qalam:4).
Disamping keluhuran budi pekerti Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga adalah utusan yang Allah Ta’ala angkat untuk menjelaskan kepada manusia cara ibadah pengabdian yang benar. Dengan ibadah yang benar inilah seorang dapat menyempurnakan sifat kemanusiaannya, sebab Allah Ta’ala menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (ibadah) kepada-Ku” (Qs.Adz-Dzariyaat : 56).
Jelaslah ukuran manusai yang sempurna sesuai dengan kesempurnaan peribadahan kepada sang penciptanya.
Kebahagian pun diraih manusia bila tujuan penciptaannya tersebut terwujudkan secara sempurna. Hal ini tidak dapat diwujudkan tanpa mengikuti dan mencontoh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam .
Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah menjelaskan hal ini dengan cukup indah dalam ungkapan beliau: “Tidak ada jalan menggapai kebahagian dan kesuksesan didunia dan akherat kecuali ada ditangan para Rasul. Tidak ada juga cara mengenal yang baik dan buruk secara terperinci kecuali dari sisi mereka. Demikian juga tidak dapat diraih keridhaan Allah Ta’ala sama sekali kecuali ditangan mereka. Yang baik dari prilaku, perkataan dan akhlak hanyalah ada pada petunjuk dan ajaran mereka. Merekalah timbangan yang pas untuk menimbang seluruh perkataan dan perbuatan serta akhlak manusia dengan perkataan dan perbuatan serta akhlak mereka. Dengan mengikuti mereka terpisahlah orang yang mendapat petunjuk dengan yang sesat. Kebutuhan mendesak kepada para rasul lebih besar dari pada kebutuhan badan kepada ruhnya dan mata kepada cahayanya serta ruh kepada kehidupannya. Semua kebutuhan yang harus ditunaikan segera maka kebutuhan mendesak kepada para Rasul diatas itu semua” (Zaad al-Ma’ad, 1/79).

Beliau pun menambahkan: “Apabila kebahagian hamba di dunia dan akherat bergantung kepada petunjuk Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, maka wajib pada setiap orang yang ingin kebaikan untuk dirinya dan ingin kesuksesan dan kebahagian untuk mengetahui ajaran, sejarah hidup dan semua urusan Rasul Shallallahu’alaihi Wasallam yang dapat mengeluarkannya dari lingkungan orang-orang bodoh dan memasukkannya kedalam hitungan pengikut, pendukung dan golongan beliau Shallallahu’alaihi Wasallam. orang dalam permasalahan ini ada yang mendapatkan sedikit, ada yang banyak dan ada yang tidak mendapatkannya sama sekali” (Zaad al-Ma’ad, 1/70).

Oleh karena itu, semakin kita mempelajari dan merenungkan sifat-sifat nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits serta kitab-kitab sejarah nabi (sirah nabawiyyah) semakin banyak juga mendapatkan kebaikan dan kecintaan kepada beliau Shallallahu’alaihi Wasallam serta cinta untuk mengikuti perkataan dan perbuatan beliau Shallallahu’alaihi Wasallam. secara otomatis akan menumbuhkan keimanan yang bertambah sempurna terhadap Allah yang mengutus beliau dan ajaran keimanan dan islam yang beliau telah sampaikan kepada seluruh manusia.
Dengan demikian mengenal sejarah beliau Shallallahu’alaihi Wasallam menjadi sebab seorang langsung beriman sebagaimana imannya Abu Bakar sahabat beliau Shallallahu’alaihi Wasallam yang paling tahu keadaan beliau sebelum kenabian dan sesudahnya. Juga akan menambah keimana orang yang telah beriman kepada beliau. Oleh karenanya Allah Ta’ala menganjurkan kita untuk merenungkan keadaan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menjadi faktor pendorong keimanan dalam firmanNya:
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِكُمْ مِنْ جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ
Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, Yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras” (Qs. Sabaa` : 46).
Semoga kita semua diberi taufiq untuk mengenal sejarah kehidupan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam agar menjadi hambaNya yang kokoh dan kuat imannya.
Ketahanan iman dan kekokohannya sangat dibutuhkan dalam menghadapi fitnah kehidupan dunia ini. Kesempurnaan iman menjadi satu keharusan dalam mempertahankan kekokohan hati dan kesabarannya. Karena itu upaya mengetahui dan mengamalkan semua sebab yang mengantar kita dalam menyempurnakan iman harus diwujudkan.
Nah diantara sebab-sebab penyempurna iman adalah mengenal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan sejarah hidupnya yang meliputi sifat-sifat mulia dan budi pekerti beliau yang sangat luhur sekali, sebagaimana disifatkan Allah Ta’ala dalam firmanNya:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Qs. al-Qalam:4).
Disamping keluhuran budi pekerti Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga adalah utusan yang Allah Ta’ala angkat untuk menjelaskan kepada manusia cara ibadah pengabdian yang benar. Dengan ibadah yang benar inilah seorang dapat menyempurnakan sifat kemanusiaannya, sebab Allah Ta’ala menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya sebagaimana dijelaskan dalam firmanNya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (ibadah) kepada-Ku” (Qs.Adz-Dzariyaat : 56).
Jelaslah ukuran manusai yang sempurna sesuai dengan kesempurnaan peribadahan kepada sang penciptanya.
Kebahagian pun diraih manusia bila tujuan penciptaannya tersebut terwujudkan secara sempurna. Hal ini tidak dapat diwujudkan tanpa mengikuti dan mencontoh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam .
Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah menjelaskan hal ini dengan cukup indah dalam ungkapan beliau: “Tidak ada jalan menggapai kebahagian dan kesuksesan didunia dan akherat kecuali ada ditangan para Rasul. Tidak ada juga cara mengenal yang baik dan buruk secara terperinci kecuali dari sisi mereka. Demikian juga tidak dapat diraih keridhaan Allah Ta’ala sama sekali kecuali ditangan mereka. Yang baik dari prilaku, perkataan dan akhlak hanyalah ada pada petunjuk dan ajaran mereka. Merekalah timbangan yang pas untuk menimbang seluruh perkataan dan perbuatan serta akhlak manusia dengan perkataan dan perbuatan serta akhlak mereka. Dengan mengikuti mereka terpisahlah orang yang mendapat petunjuk dengan yang sesat. Kebutuhan mendesak kepada para rasul lebih besar dari pada kebutuhan badan kepada ruhnya dan mata kepada cahayanya serta ruh kepada kehidupannya. Semua kebutuhan yang harus ditunaikan segera maka kebutuhan mendesak kepada para Rasul diatas itu semua” (Zaad al-Ma’ad, 1/79).

Beliau pun menambahkan: “Apabila kebahagian hamba di dunia dan akherat bergantung kepada petunjuk Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, maka wajib pada setiap orang yang ingin kebaikan untuk dirinya dan ingin kesuksesan dan kebahagian untuk mengetahui ajaran, sejarah hidup dan semua urusan Rasul Shallallahu’alaihi Wasallam yang dapat mengeluarkannya dari lingkungan orang-orang bodoh dan memasukkannya kedalam hitungan pengikut, pendukung dan golongan beliau Shallallahu’alaihi Wasallam. orang dalam permasalahan ini ada yang mendapatkan sedikit, ada yang banyak dan ada yang tidak mendapatkannya sama sekali” (Zaad al-Ma’ad, 1/70).

Oleh karena itu, semakin kita mempelajari dan merenungkan sifat-sifat nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits serta kitab-kitab sejarah nabi (sirah nabawiyyah) semakin banyak juga mendapatkan kebaikan dan kecintaan kepada beliau Shallallahu’alaihi Wasallam serta cinta untuk mengikuti perkataan dan perbuatan beliau Shallallahu’alaihi Wasallam. secara otomatis akan menumbuhkan keimanan yang bertambah sempurna terhadap Allah yang mengutus beliau dan ajaran keimanan dan islam yang beliau telah sampaikan kepada seluruh manusia.
Dengan demikian mengenal sejarah beliau Shallallahu’alaihi Wasallam menjadi sebab seorang langsung beriman sebagaimana imannya Abu Bakar sahabat beliau Shallallahu’alaihi Wasallam yang paling tahu keadaan beliau sebelum kenabian dan sesudahnya. Juga akan menambah keimana orang yang telah beriman kepada beliau. Oleh karenanya Allah Ta’ala menganjurkan kita untuk merenungkan keadaan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang menjadi faktor pendorong keimanan dalam firmanNya:
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَى وَفُرَادَى ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا مَا بِصَاحِبِكُمْ مِنْ جِنَّةٍ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ
Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, Yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras” (Qs. Sabaa` : 46).
Semoga kita semua diberi taufiq untuk mengenal sejarah kehidupan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam agar menjadi hambaNya yang kokoh dan kuat imannya.


Lebih Menarik Lagi:

Related Posts



Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar