A. Ta’alluq Sifat – Sifat Ma’âni
Ta’alluq menurut bahasa ialah; bergantung,
berkaitan, bertalian berhubungan atau tercapai.
Ta’alluq menururt istilah dalam kajian ilmu
tauhid, khususnya sifat-sifat ma’âni adalah
tentang sifat atas suatu pekerjaan setelah sifat
itu berdiri pada zat. Ada beberapa macam
ta’alluq, yaitu :
berkaitan, bertalian berhubungan atau tercapai.
Ta’alluq menururt istilah dalam kajian ilmu
tauhid, khususnya sifat-sifat ma’âni adalah
tentang sifat atas suatu pekerjaan setelah sifat
itu berdiri pada zat. Ada beberapa macam
ta’alluq, yaitu :
1.Ta’alluq sifat qudrat dan irâdat
Ta’alluq keduanya, kepada hal-hal yang jaiz atau
yang mumkin saja, tidak ta’alluq kepada hal-hal;
yang wajib dan tidak juga kepada hal-hal yang
mustahil. Jika kedua sifat ini ta’alluq kepada
yang wajib, maka akan terjadi tahsîl al hasil.
Yaitu, mengadakan yang memang sudah ada.
Jika ta’alluq kepada yang memang wajib ada,
maka akan bertukar hakekat yang wajib kepada
jaiz. Jika kedua sifat ini mengadakan yang
mustahil ada, maka akan bertukar yang
mustahil, menjadi jaiz. Ini semua tidak mungkin
terjadi. Oleh karena itu, kedua sifat ini, hanya
berta’alluq kepada yang jaiz, sebagai ta’alluq
ta’tsir (memberi bekas/memberi efek), dengan
perincian bahwa, sifat qudrat berkaitan dengan
mengadakan dan meniadakan sesuatu,
sedangkan sifat irâdat berkaitan dengan
menentukan dan menghendaki sesuatu yang
sesuai dengan pilihan-Nya.
Ta’alluq keduanya, kepada hal-hal yang jaiz atau
yang mumkin saja, tidak ta’alluq kepada hal-hal;
yang wajib dan tidak juga kepada hal-hal yang
mustahil. Jika kedua sifat ini ta’alluq kepada
yang wajib, maka akan terjadi tahsîl al hasil.
Yaitu, mengadakan yang memang sudah ada.
Jika ta’alluq kepada yang memang wajib ada,
maka akan bertukar hakekat yang wajib kepada
jaiz. Jika kedua sifat ini mengadakan yang
mustahil ada, maka akan bertukar yang
mustahil, menjadi jaiz. Ini semua tidak mungkin
terjadi. Oleh karena itu, kedua sifat ini, hanya
berta’alluq kepada yang jaiz, sebagai ta’alluq
ta’tsir (memberi bekas/memberi efek), dengan
perincian bahwa, sifat qudrat berkaitan dengan
mengadakan dan meniadakan sesuatu,
sedangkan sifat irâdat berkaitan dengan
menentukan dan menghendaki sesuatu yang
sesuai dengan pilihan-Nya.
2. Ta’alluq sifat sama’ dan bashar
Ta’alluq kedua sifat ini, kepada segala yang
maujud (yang ada), yaitu hal-hal yang wajib dan
yang jaiz, tidak ta’alluq kepada hal-hal mustahil,
karena mustahil itu memang tidak ada
wujudnya. Nama ta’alluq kedua sifat ini adalah;
ta’alluq inkisyâf, artinya terbuka bagi Allah
Ta’ala segala yang maujûd. Hanya saja inkisyâf
sama’, berbeda dengan inkisyâf bashar, karena
inkisyâf sama’ berarti tersingkap atau
keterbukaan segala yang maujûd melalui sama’
Allah Ta’ala , sedangkan inkisyâf bashar adalah,
keterbukaan segala yang maujûd melalui bashar
Allah Ta’ala. Tegasnya, segala yang berwujud,
bersuara dan berbunyi, diketahui oleh Allah
Ta’ala, melalui sama’ dan bashar-Nya, secara
wajib pada hukum akal bukan jaiz pada hukum
akal.
Ta’alluq kedua sifat ini, kepada segala yang
maujud (yang ada), yaitu hal-hal yang wajib dan
yang jaiz, tidak ta’alluq kepada hal-hal mustahil,
karena mustahil itu memang tidak ada
wujudnya. Nama ta’alluq kedua sifat ini adalah;
ta’alluq inkisyâf, artinya terbuka bagi Allah
Ta’ala segala yang maujûd. Hanya saja inkisyâf
sama’, berbeda dengan inkisyâf bashar, karena
inkisyâf sama’ berarti tersingkap atau
keterbukaan segala yang maujûd melalui sama’
Allah Ta’ala , sedangkan inkisyâf bashar adalah,
keterbukaan segala yang maujûd melalui bashar
Allah Ta’ala. Tegasnya, segala yang berwujud,
bersuara dan berbunyi, diketahui oleh Allah
Ta’ala, melalui sama’ dan bashar-Nya, secara
wajib pada hukum akal bukan jaiz pada hukum
akal.
3. Ta’alluq sifat ‘ilmu dan kalâm
Kedua sifat ini, ta’alluq kepada hukum akal yang
tiga, yaitu ta’alluq kepada hal yang wajib,
kepada hal yang jaiz dan kepada hal yang
mustahil. Maksudnya adalah, ‘ilmu Allah Ta’ala
mengetahui segala hal yang wajib, hal yang
mustahil dan hal yang jaiz. Tidak ada yang
tertutup atau luput dari ‘ilmu-Nya. Ta’alluq sifat
ini dinamakan ta’alluq inkisyâf juga, sedangkan
sifat kalâm, dinamakan ta’alluqnya dengan
ta’alluq dalalah, artinya menunjukkan atau
menfirmankan segala hal yang wajib, mustahil
dan jaiz adanya.
Kedua sifat ini, ta’alluq kepada hukum akal yang
tiga, yaitu ta’alluq kepada hal yang wajib,
kepada hal yang jaiz dan kepada hal yang
mustahil. Maksudnya adalah, ‘ilmu Allah Ta’ala
mengetahui segala hal yang wajib, hal yang
mustahil dan hal yang jaiz. Tidak ada yang
tertutup atau luput dari ‘ilmu-Nya. Ta’alluq sifat
ini dinamakan ta’alluq inkisyâf juga, sedangkan
sifat kalâm, dinamakan ta’alluqnya dengan
ta’alluq dalalah, artinya menunjukkan atau
menfirmankan segala hal yang wajib, mustahil
dan jaiz adanya.
4. Sifat hayât
Sifat ini tidak ta’alluq kepada salah satu dari
hukum akal yang tiga, karena sifat ini, hanya
menjadi syarat sah bagi berdirinya sifat-sifat
ma’âni yang enam itu kepada Zat.
Sifat ini tidak ta’alluq kepada salah satu dari
hukum akal yang tiga, karena sifat ini, hanya
menjadi syarat sah bagi berdirinya sifat-sifat
ma’âni yang enam itu kepada Zat.
B. Ta’alluq Sifat Ma’âni Satu Persatu :
1. Ta’alluq sifat qudrat
Yaitu, hubungan atau kaitan sifat ini dengan
ciptaan atau perubahan sesuatu yang
dikehendaki oleh Allah Ta’ala. Sasaran
ta’alluqnya adalah segala yang jaiz atau segala
yang mumkin, yaitu :
Yaitu, hubungan atau kaitan sifat ini dengan
ciptaan atau perubahan sesuatu yang
dikehendaki oleh Allah Ta’ala. Sasaran
ta’alluqnya adalah segala yang jaiz atau segala
yang mumkin, yaitu :
a. Segala mumkin yang belum ada
Sedangkan bekas atau pengaruh ta’alluq qudrat
kepada mumkin yang belum ada, adalah :
Sedangkan bekas atau pengaruh ta’alluq qudrat
kepada mumkin yang belum ada, adalah :
1) Menetapkan yang mumkin itu, dalam keadaan
“tidak ada” selama waktu yang dikehendaki
2) Berubahnya yang mumkin itu, dari tiada
menjadi ada.
“tidak ada” selama waktu yang dikehendaki
2) Berubahnya yang mumkin itu, dari tiada
menjadi ada.
b. Segala mumkin yang sudah ada.
Sedangkan bekas atau pengaruh ta’alluq qudrat
kepada mumkin yang sudah ada, adalah :
Sedangkan bekas atau pengaruh ta’alluq qudrat
kepada mumkin yang sudah ada, adalah :
1) Tetapnya yang mumkin itu, dalam keadaan
“ada”, selama waktu yang dikehendaki
“ada”, selama waktu yang dikehendaki
2) Berubahnya yang mumkin itu, dari satu
kondisi kepada kondisi yang lain
kondisi kepada kondisi yang lain
3) Kembalinya yang mumkin itu, menjadi tidak
ada
Dari keterangan diatas, maka keta’alluqan qudrat
kepada segala yang mumkin, dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu
ada
Dari keterangan diatas, maka keta’alluqan qudrat
kepada segala yang mumkin, dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu
1.1. Kelompok ta’aluq sulûhi qadîm (patut dalam
azali)
Yaitu, kelayakan ta’alluq qudrat Allah Ta’ala,
kepada segala yang mumkin pada azali dan
kelayakannya adalah qadîm, karena qudrat itu
bersifat qadîm. Oleh sebab itu, dinamakan
ta’alluq sulûhi, dengan ta’alluq sulûhi qadîm.
azali)
Yaitu, kelayakan ta’alluq qudrat Allah Ta’ala,
kepada segala yang mumkin pada azali dan
kelayakannya adalah qadîm, karena qudrat itu
bersifat qadîm. Oleh sebab itu, dinamakan
ta’alluq sulûhi, dengan ta’alluq sulûhi qadîm.
1.2 Kelompok ta’alluq tanjîzi hadits
Yaitu, ta’alluq qudrat Allah Ta’ala secara
langsung kepada segala yang mumkin, sehingga
segala yang mumkin tadi mengalami perubahan,
yakni menjadi ada atau kembali menjadi tidak
ada atau berubah dari satu keadaan menjadi
keadaan yang lain. Oleh sebab itu, ta’alluq ini
disebut dengan ta’alluq tanjîzi hadis.
Yaitu, ta’alluq qudrat Allah Ta’ala secara
langsung kepada segala yang mumkin, sehingga
segala yang mumkin tadi mengalami perubahan,
yakni menjadi ada atau kembali menjadi tidak
ada atau berubah dari satu keadaan menjadi
keadaan yang lain. Oleh sebab itu, ta’alluq ini
disebut dengan ta’alluq tanjîzi hadis.
1.3 Kelompok ta’alluq qabdlah
Yaitu, segala bentuk perubahan pada segala
yang mumkin, berada dalam qabdlah
(genggaman) qudrat Allah Ta’ala, dalam arti
bahwa, tidak terjadi suatu perubahan pada diri
sesuatu yang mumkin, kecuali dengan ta’alluq
tanjîzi qudrat kepada suatu yang mumkin.
Akhirnya, ta’alluq qudrat Allah Ta’ala kepada
segala yang mumkin, ada tujuh macam, yaitu :
Yaitu, segala bentuk perubahan pada segala
yang mumkin, berada dalam qabdlah
(genggaman) qudrat Allah Ta’ala, dalam arti
bahwa, tidak terjadi suatu perubahan pada diri
sesuatu yang mumkin, kecuali dengan ta’alluq
tanjîzi qudrat kepada suatu yang mumkin.
Akhirnya, ta’alluq qudrat Allah Ta’ala kepada
segala yang mumkin, ada tujuh macam, yaitu :
ad. 1.1 Ta’alluq sulûhi qadîm, yaitu kelayakan
ta’alluq qudrat pada azali, kepada segala yang
mumkin.
ta’alluq qudrat pada azali, kepada segala yang
mumkin.
ad. 1.2 Ta’alluq qabdlah kepada mumkin
ma’dum ( tidak ada ), yaitu ta’alluq qudrat
kepada mumkin, sebelum yang mumkin itu
diciptakan.
ad. 1.3 Ta’alluq tanjîzi kepada yang mumkin
ma’dum, yaitu ta’alluq qudrat kepada yang
mumkin ma’dum, untuk diciptakan, sehingga
menjadi ada ia.
ma’dum ( tidak ada ), yaitu ta’alluq qudrat
kepada mumkin, sebelum yang mumkin itu
diciptakan.
ad. 1.3 Ta’alluq tanjîzi kepada yang mumkin
ma’dum, yaitu ta’alluq qudrat kepada yang
mumkin ma’dum, untuk diciptakan, sehingga
menjadi ada ia.
ad. 1.4 Ta’alluq qabdlah kepada mumkin maujûd
( yang sudah ada ), yaitu, mumkin yang sudah
maujûd itu, tidak mengalami perubahan. Kecuali
dengan ta’alluq qudrat secara tanjizi telah
berlaku padanya, sehingga berubah.
ad. 1.5 Ta’alluq tanjîzi kepada mumkin maujûd,
yaitu ta’alluq qudrat kepada yang mumkin
maujûd, untuk dirubah menjadi kembali tidak
ada.
( yang sudah ada ), yaitu, mumkin yang sudah
maujûd itu, tidak mengalami perubahan. Kecuali
dengan ta’alluq qudrat secara tanjizi telah
berlaku padanya, sehingga berubah.
ad. 1.5 Ta’alluq tanjîzi kepada mumkin maujûd,
yaitu ta’alluq qudrat kepada yang mumkin
maujûd, untuk dirubah menjadi kembali tidak
ada.
ad. 1.6 Ta’alluq qabdlah kepada yang mumkin
sudah ditiadakan, yaitu mumkin yang sudah
ditiadakan, berada dalam qabdah qudrat,
sebelum dibangkitkan kembali nanti dari kubur.
sudah ditiadakan, yaitu mumkin yang sudah
ditiadakan, berada dalam qabdah qudrat,
sebelum dibangkitkan kembali nanti dari kubur.
ad. 1.7 Ta’alluq tanjîzi kepada yang mumkin
sudah ditiadakan, yaitu ta’alluq qudrat Allah
Ta’ala kepada yang mumkin sudah ditiadakan,
untuk dibangkitkan kembali pada hari
pembalasan, yakni ; hari kiamat.
sudah ditiadakan, yaitu ta’alluq qudrat Allah
Ta’ala kepada yang mumkin sudah ditiadakan,
untuk dibangkitkan kembali pada hari
pembalasan, yakni ; hari kiamat.
2. Ta’alluq sifat Irâdat
Yaitu, ketentuan Allah Ta’ala terhadap yang
mumkin, dengan berkeadaan dari salah satu dua
keadaan yang bertentangan. Misalnya si A, bila
lahir boleh menjadi tinggi dan boleh menjadi
pendek. Kekhususan bagi si A, yang lahir sebagai
orang yang pendek, termasuk tugas dari ta’alluq
irâdat. Setelah itu ta’alluq qudrat tanjîzi
menciptakan si A betul-betul menjadi pendek.
Demikian juga halnya ketentuan warna kulit,
daerah dan nasab yang terlebih dahulu
ditentukan oleh sifat irâdat. Untuk selanjutnya
diciptakan oleh qudrat. Oleh sebab itu, ta’alluq
irâdat, terbagi dua kelompok, yaitu :
2.1. Kelompok ta’alluq sulûhi qadîm
Yaitu, kelayakan ta’alluq irâdat kepada segala
yang mumkin, untuk mengkhususkan yang
mumkin tersebut, agar mempunyai kondisi
tertentu sebelum yang mumkin itu maujud.
Kelayakan ta’alluq irâdat kepada segala yang
mumkin adalah qadîm , karena bersifat qadîm,
maka ta’alluq sulûhi bagi irâdat, bersifat qadîm
juga.
Yaitu, ketentuan Allah Ta’ala terhadap yang
mumkin, dengan berkeadaan dari salah satu dua
keadaan yang bertentangan. Misalnya si A, bila
lahir boleh menjadi tinggi dan boleh menjadi
pendek. Kekhususan bagi si A, yang lahir sebagai
orang yang pendek, termasuk tugas dari ta’alluq
irâdat. Setelah itu ta’alluq qudrat tanjîzi
menciptakan si A betul-betul menjadi pendek.
Demikian juga halnya ketentuan warna kulit,
daerah dan nasab yang terlebih dahulu
ditentukan oleh sifat irâdat. Untuk selanjutnya
diciptakan oleh qudrat. Oleh sebab itu, ta’alluq
irâdat, terbagi dua kelompok, yaitu :
2.1. Kelompok ta’alluq sulûhi qadîm
Yaitu, kelayakan ta’alluq irâdat kepada segala
yang mumkin, untuk mengkhususkan yang
mumkin tersebut, agar mempunyai kondisi
tertentu sebelum yang mumkin itu maujud.
Kelayakan ta’alluq irâdat kepada segala yang
mumkin adalah qadîm , karena bersifat qadîm,
maka ta’alluq sulûhi bagi irâdat, bersifat qadîm
juga.
2.2. Kelompok ta’alluq tanjizi qadîm
Yaitu, pengkhususan Allah Ta’ala secara
langsung terhadap suatu yang mumkin,
berkeadaan dengan suatu keadaan tertentu,
sebelum yang mumkin itu diciptakan.
Kekhususan yang demikian juga bersifat qadîm,
karena Allah Ta’ala mengkhususkan
( menentukan ) suatu keadaan kepada yang
mumkin dengan irâdat-Nya yang qadîm, maka
ta’alluq tanjîzi bagi irâdat juga bersifat qadîm.
Dengan uraian ini, dapat diketahui bahwa, segala
yang mumkin bila adanya berkeadaan dengan
suatu keadaan adalah, merupakan penjelmaan
dari ta’alluq irâdat yang tanjîzi. Sehingga
sebahagian ulama Tauhid, mengistilahkan
bahwa; ta’alluq tanjîzi bagi qudrat adalah, “
qada’ ” dan penjelmaan yang mumkin ke alam
nyata sesuai dengan ta’alluq tanjîzi irâdat,
dinamakan dengan “qadar”.
Iradat Menurut Ahlussunnah :
Irâdat (kehendak / ketentuan Allah ) tidak mesti
sejalan dengan perintah dan ridhoNya. Untuk itu
ada empat macam :
Yaitu, pengkhususan Allah Ta’ala secara
langsung terhadap suatu yang mumkin,
berkeadaan dengan suatu keadaan tertentu,
sebelum yang mumkin itu diciptakan.
Kekhususan yang demikian juga bersifat qadîm,
karena Allah Ta’ala mengkhususkan
( menentukan ) suatu keadaan kepada yang
mumkin dengan irâdat-Nya yang qadîm, maka
ta’alluq tanjîzi bagi irâdat juga bersifat qadîm.
Dengan uraian ini, dapat diketahui bahwa, segala
yang mumkin bila adanya berkeadaan dengan
suatu keadaan adalah, merupakan penjelmaan
dari ta’alluq irâdat yang tanjîzi. Sehingga
sebahagian ulama Tauhid, mengistilahkan
bahwa; ta’alluq tanjîzi bagi qudrat adalah, “
qada’ ” dan penjelmaan yang mumkin ke alam
nyata sesuai dengan ta’alluq tanjîzi irâdat,
dinamakan dengan “qadar”.
Iradat Menurut Ahlussunnah :
Irâdat (kehendak / ketentuan Allah ) tidak mesti
sejalan dengan perintah dan ridhoNya. Untuk itu
ada empat macam :
1. Kadang dikehendaki Allah, disuruhNya dan
diridhoiNya. Seperti iman orang yang diketahui
Allah keimanannya, Misalnya, Abu Bakr siddiq.
diridhoiNya. Seperti iman orang yang diketahui
Allah keimanannya, Misalnya, Abu Bakr siddiq.
2. Kadang tidak dikehendakiNya, tidak
diperintahNya dan tidak diridhoiNya. Seperti
kafirnya Abu Bakr.
diperintahNya dan tidak diridhoiNya. Seperti
kafirnya Abu Bakr.
3. Kadang dikehendakiNya, tidak diperintahNya
dan tidak diridhoiNya. Seperti kafirnya orang-
orang yang diketahui Allah, tidak akan beriman.
Misalnya, Fir’aun, Qarun dan orang-orang
bermaksiat
Kadang diperintahNya, tetapi tidak
dikehendakiNya. Seperti berimannya Fir’aun,
Qarun dan lain-lain.
dan tidak diridhoiNya. Seperti kafirnya orang-
orang yang diketahui Allah, tidak akan beriman.
Misalnya, Fir’aun, Qarun dan orang-orang
bermaksiat
Kadang diperintahNya, tetapi tidak
dikehendakiNya. Seperti berimannya Fir’aun,
Qarun dan lain-lain.
3. Ta’alluq sifat sama’
Para ulama mutakallimin, berbeda pendapat
tentang objek ta’alluq sifat sama’ (yang
dita’alluqi oleh sama’). Sebahagian mereka
menyatakan, bahwa, sama’ hanya ta’alluq
kepada yang didengar saja, yaitu ; suara dan
bunyi. Pendapat ini sangat logis, oleh karena
adanya perbedaan pendapat ini, maka
merekapun berbeda pendapat pula dengan apa
yang didengar oleh nabi Musa as, dahulu.
Sebahagian ulama menyatakan , yang telah
didengar oleh nabi Musa as, adalah kalâm nafsi,
sementara yang lain menyatakan adalah kalâm
lafzhiy.
Selanjutnya sifat sama’ ini, mempunyai tiga segi
ta’alluq, yaitu :
Para ulama mutakallimin, berbeda pendapat
tentang objek ta’alluq sifat sama’ (yang
dita’alluqi oleh sama’). Sebahagian mereka
menyatakan, bahwa, sama’ hanya ta’alluq
kepada yang didengar saja, yaitu ; suara dan
bunyi. Pendapat ini sangat logis, oleh karena
adanya perbedaan pendapat ini, maka
merekapun berbeda pendapat pula dengan apa
yang didengar oleh nabi Musa as, dahulu.
Sebahagian ulama menyatakan , yang telah
didengar oleh nabi Musa as, adalah kalâm nafsi,
sementara yang lain menyatakan adalah kalâm
lafzhiy.
Selanjutnya sifat sama’ ini, mempunyai tiga segi
ta’alluq, yaitu :
a. Ta’alluq sulûhi qadîm yaitu, ta’alluq sama’
dengan kita, sebelum kita diciptakan.
dengan kita, sebelum kita diciptakan.
b. Ta’alluq tanjîzi qadîm yaitu, ta’alluq dengan
Zat Allah Ta’ala
Zat Allah Ta’ala
c. Ta’alluq tanjîzi hadits yaitu, ta’alluq sama’
kepada kita, setelah kita diciptakan.
kepada kita, setelah kita diciptakan.
4. Ta’alluq sifat bashar
Yaitu, ta’alluq kepada yang maujûd (telah ada),
baik berupa zat, maupun sifat dari suatu yang
mumkin. Bashar juga mempunyai ta’alluq yang
sama dengan ta’alluq sama’.
Yaitu, ta’alluq kepada yang maujûd (telah ada),
baik berupa zat, maupun sifat dari suatu yang
mumkin. Bashar juga mempunyai ta’alluq yang
sama dengan ta’alluq sama’.
5. Ta’alluq sifat ilmu
Sifat ilmu, hanya memiliki dua segi ta’alluq,
yaitu :
Sifat ilmu, hanya memiliki dua segi ta’alluq,
yaitu :
a. Ta’alluq sulûhi qadîm
Yaitu, kelayakan atau kepatutan sifat ilmu
ta’alluq kepada
segalanya; (wajib, mustahil dan jaiz), dengan
berbagai keadaan tanpa perantara, tanpa
mumkin ada pada azali dan kelayakannya
tingkatan pengetahuan, (waham, syak, Zhan dan
yakin ) dan tanpa didahului oleh ketidaktahuan
(jahil). Oleh karena itu, ilmu bersifat qadîm.
Maka kelayakan ilmu ta’alluq kepada segala-
galanya adalah; qadîm, maka ta’alluq ini disebut,
dengan ta’alluq sulûhi qadîm.
Yaitu, kelayakan atau kepatutan sifat ilmu
ta’alluq kepada
segalanya; (wajib, mustahil dan jaiz), dengan
berbagai keadaan tanpa perantara, tanpa
mumkin ada pada azali dan kelayakannya
tingkatan pengetahuan, (waham, syak, Zhan dan
yakin ) dan tanpa didahului oleh ketidaktahuan
(jahil). Oleh karena itu, ilmu bersifat qadîm.
Maka kelayakan ilmu ta’alluq kepada segala-
galanya adalah; qadîm, maka ta’alluq ini disebut,
dengan ta’alluq sulûhi qadîm.
b. Ta’alluq tanjîzi qadîm
Yaitu, ta’alluq ilmu Allah kepada segala-galanya
secara langsung, dengan kondisi yang telah
disebutkan. Mustahil ilmu Allah Ta’ala yang
maha tahu atas segala sesuatu, didahului oleh
ketidaktahuan (jahil). Oleh sebab itu , ta’alluq
tanjîzi ilmu Allah itu juga qadîm, dengan arti
kata, Allah Ta’ala tdak pernah tidak tahu; pada
suatu ketika; masa yang lalu, sekarang atau
yang akan datang. Karena ilmu-Nya meliputi
segala waktu dan tempat
Yaitu, ta’alluq ilmu Allah kepada segala-galanya
secara langsung, dengan kondisi yang telah
disebutkan. Mustahil ilmu Allah Ta’ala yang
maha tahu atas segala sesuatu, didahului oleh
ketidaktahuan (jahil). Oleh sebab itu , ta’alluq
tanjîzi ilmu Allah itu juga qadîm, dengan arti
kata, Allah Ta’ala tdak pernah tidak tahu; pada
suatu ketika; masa yang lalu, sekarang atau
yang akan datang. Karena ilmu-Nya meliputi
segala waktu dan tempat
6. Ta’alluq sifat kalâm
Sebelum menjelaskan ta’alluq sifat kalâm,
terlebih dahulu akan dijelaskan macam-macam
kalâm, yaitu :
a. Kalâm Nafsi
b. Kalâm Lafzhiy
Kalâm Nafsi adalah, kalâm yang tidak
mempunyai huruf dan tidak mempunyai suara
atau bunyi. Manusia juga mempunyai kalâm
nafsi yaitu ; kata jiwa, ide dan kata hati atau
perasaan yang belum diutarakan atau belum
diucapkan, ketika belum menjadi alat
komunikasi.
Sebelum menjelaskan ta’alluq sifat kalâm,
terlebih dahulu akan dijelaskan macam-macam
kalâm, yaitu :
a. Kalâm Nafsi
b. Kalâm Lafzhiy
Kalâm Nafsi adalah, kalâm yang tidak
mempunyai huruf dan tidak mempunyai suara
atau bunyi. Manusia juga mempunyai kalâm
nafsi yaitu ; kata jiwa, ide dan kata hati atau
perasaan yang belum diutarakan atau belum
diucapkan, ketika belum menjadi alat
komunikasi.
Kalâm Lafzhiy adalah ; lafazh–lafazh yang
mengibaratkan kalâm nafsi, yakni lafazh yang
diucapkan atau perwujudan dari kalâm nafsi,
yang sama dengannya dan tidak serupa dengan
keberadaannya, karena kalâm Lafzhiy telah
berhuruf dan berbunyi.
Memahami kedua kalâm ini, maka Al-Qur'an
dalam arti kalâm nafsiy adalah; sifat Allah
Ta’ala yang qadîm. Sedangkan Al-Qur'an dalam
arti kalâm Lafzhiy yang ada didalam mushaf
adalah hadits. Inilah yang disampaikan Jibril
kepada Muhammad SAW, tertulis dan tersusun.
Al-Qur'an inilah, yang haram disentuh tanpa
suci, dan Al-Qur'an ini pula, yang sering dibaca
dan ada pahalanya. Maka ia ta’alluq kepada
yang wajib, mustahil dan jaiz, sebagai ta’alluq
dalalah. Ta’alluq kepada yang wajib, mustahil
dan jaiz disebut dengan ta’alluq tanjîzi qadîm.
Sedangkan ta’alluq sifat kalâm kepada hal yang
jaiz, ada tiga macam, yaitu :
a. Ta’alluq tanjîzi qadîm, yaitu ta’alluq kalâm,
kepada hal jaiz dari segi ada atau tidaknya.
mengibaratkan kalâm nafsi, yakni lafazh yang
diucapkan atau perwujudan dari kalâm nafsi,
yang sama dengannya dan tidak serupa dengan
keberadaannya, karena kalâm Lafzhiy telah
berhuruf dan berbunyi.
Memahami kedua kalâm ini, maka Al-Qur'an
dalam arti kalâm nafsiy adalah; sifat Allah
Ta’ala yang qadîm. Sedangkan Al-Qur'an dalam
arti kalâm Lafzhiy yang ada didalam mushaf
adalah hadits. Inilah yang disampaikan Jibril
kepada Muhammad SAW, tertulis dan tersusun.
Al-Qur'an inilah, yang haram disentuh tanpa
suci, dan Al-Qur'an ini pula, yang sering dibaca
dan ada pahalanya. Maka ia ta’alluq kepada
yang wajib, mustahil dan jaiz, sebagai ta’alluq
dalalah. Ta’alluq kepada yang wajib, mustahil
dan jaiz disebut dengan ta’alluq tanjîzi qadîm.
Sedangkan ta’alluq sifat kalâm kepada hal yang
jaiz, ada tiga macam, yaitu :
a. Ta’alluq tanjîzi qadîm, yaitu ta’alluq kalâm,
kepada hal jaiz dari segi ada atau tidaknya.
b. Ta’alluq tanjîzi hadits, yaitu ta’alluq kalâm,
kepada hal yang jaiz itu dari segi hukum yang
jaiz pula, untuk menjadi pegangan.
kepada hal yang jaiz itu dari segi hukum yang
jaiz pula, untuk menjadi pegangan.
c. Ta’alluq sulûhi qadîm, yaitu ta’alluq kalâm
kepada hal yang jaiz, dari segi ada atau tidak
adanya, maupun dari segi hukum kejaizannya
(kebolehan) sebagai ta’alluq kelayakan.
Demikianlah ta’alluq sifat ma’âni, yang telah
diuraikan satu-persatu, kecuali sifat hayât. Sifat
ini tidak mempunyai ta’alluq, sebab ia hanya
menjadi syarat sah bagi sifat-sifat ma’âni, yang
lain untuk berdiri (tetap ada) pada zat Allah
Ta’ala.
kepada hal yang jaiz, dari segi ada atau tidak
adanya, maupun dari segi hukum kejaizannya
(kebolehan) sebagai ta’alluq kelayakan.
Demikianlah ta’alluq sifat ma’âni, yang telah
diuraikan satu-persatu, kecuali sifat hayât. Sifat
ini tidak mempunyai ta’alluq, sebab ia hanya
menjadi syarat sah bagi sifat-sifat ma’âni, yang
lain untuk berdiri (tetap ada) pada zat Allah
Ta’ala.
Lebih Menarik Lagi: