Dampak Gila Pujian Makhluk | Blog Legenda Tauhid

Dampak Gila Pujian Makhluk


23.18 |

Bahaya Mabuk Pujian
Dipuji, dikagumi, diperlakukan spesial itu sangat
nikmat, sehingga banyak orang yang sangat
merindukannya.
Dan bagi yang tak hati – hati dan tak kuat iman,
akan banyak kerusakan yang timbul bila sudah
diperbudak dan mabuk pujian.
Seperti orang mabuk; berpikir, berbicara,
bersikap dan mengambil keputusan menjadi tak
normal / error.
Hati akan cenderung hilang kepekaan, mudah
tersinggung dan sakit hati bila orang tak memuji
atau mmperlakukannya tak sesuai harapan.
Hidup selalu galau, sangat cemas orang tak lagi
memperhatikannya. akal selalu berputar
akibatnya jadi kurang peduli kepada yang lain,
selalu orientasi diri sendiri.
Sibuk sekali membangun ‘kemasan’/topeng’
demi penilaian orang walau harus berhutang
atau menanggung resiko yang berat.
Orang – orang disekitarnya pecinta penilaian
manusia, tak akan merasa nyaman, karena yang
bersangkutanpun tak nyaman dengan dirinya
sendiri.
Hubungan dengan Allohpun semakin terhijab,
walau banyak ilmu agama dan rajin ibadah,
karena di hatinya bukanlah Alloh yang dituju
melainkan sibuk dengan penilaian makhluk.
Mengapa orang memuji? Karena mereka tidak
tahu siapa diri kita. Kalau mereka tahu siapa kita
sebenarnya, pasti mereka tak akan memuji.
Celakanya kalau dipuji, kita menikmati sesuatu
yang sesungguhnya tidak ada pada diri ini.
Pujian dapat membuat kita jadi yakin seperti apa
yang dikatakan orang, sampai kita tidak jujur
kepada diri sendiri. Sebenarnya yang tahu
seperti apa diri ini adalah kita sendiri. Orang
yang memuji hanya menyangka saja.
Seharusnya, pujian itu membuat kita malu.
Karena apa yang mereka katakan, sebenarnya
tidak ada pada diri kita. Tapi bagi para pecinta
dunia, mereka akan menikmati sesuatu yang
tidak ada pada dirinya. Artinya, dia berbohong
pada dirinya sendiri.
Bahayanya pujian itu ada tiga :
Pertama, kita jadi terpenjara oleh pujian orang.
Kita takut kehilangan segala pujian pada diri.
Akibatnya, kita melakukan apa saja supaya pujian
itu tidak hilang. Orang yang dipuji dan
memercayai pujian, dia tidak akan menerima
nasihat dari orang lain. Karena dia benar-benar
termakan, terbelenggu dan terpenjara oleh
pujian tersebut.
Kedua, dia sangat sulit mengakui kekurangannya.
Ini adalah malapetaka. Orang yang tidak
bertaubat, dialah orang zalim. Orang yang tidak
mau mengakui dosanya itu termasuk zalim. Kalau
kita telah menyakiti orang, tetapi tidak
mengakui, berarti kita sudah zalim. Zalim pada
orang dan pada diri sendiri.
Ketiga, kalau orang sudah senang dipuji, maka
tidak ada ikhlas dalam dirinya. Karena segala
perbuatan yang dilakukannya hanya untuk
mempertahankan pujian. Dia akan mengatur
penampilan dan sikapnya agar terlihat baik bagi
orang. Apakah mungkin orang seperti ini akan
ikhlas? Jawabannya tidak! Karena dia melakukan
apapun bukan untuk Allah lagi, tapi karena untuk
pujiannya. Tiap hari pekerjaannya hanya berpikir
bagaimana agar tetap dianggap teladan.
Seorang anak yang sudah terbiasa dipuji, berarti
kita merusak dia. Dia akan merasa dirinya
istimewa. Dia merasa dirinya khusus dan merasa
dirinya lebih dari orang lain. Maka tunggulah
ketika dia dewasa, dia tidak akan memandang
orang tuanya. Karena dia dibesarkan untuk tidak
jujur melihat dirinya. Dia dibesarkan untuk
melihat dan membangun topengnya.
Rasulullah SAW bahkan amat tidak berkenan bila
melihat orang lain memuji-muji:
“Bila kamu melihat orang-orang yang sedang
memuji-muji dan menyanjung-nyanjung maka
taburkanlah pasir ke wajah-wajah mereka.” (HR.
Ahmad)
Jangan menikmati pujian atau jangan termakan
terjebak pujian. Pujian itu bisa memabukkan diri
seseorang. Segalanya bisa jadi alat untuk
membuatnya dipuji. Berbuat sederhana pun bisa
menjadi alat pujian, yakni, supaya dinilai
tawadlu. Padahal dengan pujian-pujian itu
hidupnya bisa menjadi munafik. Orang-orang di
sekitarnya juga tidak nyaman, karena orang-
orang tidak bisa dibeli hatinya dengan kepura-
puraan.
Islam mengajarkan kita menjadi orang yang asli.
Murni tanpa rekayasa dan kepura-puraan. Apa
yang kita perbuat tujuannya cuma satu agar
Allah menerima (ridha). Tidak ada masalah
dengan penerimaan dan penghargaan dari orang
lain. Yang penting apa yang kita lakukan benar,
tidak menyakiti dan melanggar hak orang lain.
Tidak ada kepura-puraan, tidak ada kepalsuan.
Antara perbuatan dan perkataan sama, maka
akan tercipta rasa nyaman. Nyaman untuk kita,
nyaman untuk orang di sekitar kita. Kalau
berpura-pura, kita akan merasa tidak nyaman.
Orang lain pun juga merasa sama, tidak nyaman.
Islam itu nyaman di hati betapapun badai harus
dihadapi. Kenapa? Karena tidak ada kepura-
puraan.

Penulis : KH.Abdullah Gymnastiar


Lebih Menarik Lagi:


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar