Revolusi mental dulu baru mimpi | Blog Legenda Tauhid

Revolusi mental dulu baru mimpi


12.43 |

Jepang kalah perang pada tahun
1945 di Perang Dunia II. Bom atom di Hiroshima
dan Nagasaki bukan hanya menghancurkan dua
kota itu, tapi memukul mundur Jepang sebagai
sebuah kekuatan.

Negara ini hancur lebur dan
memaksa pemerintah Jepang harus membangun
satu per satu aspek kehidupan yang mereka
miliki.

Tidak hanya pada bidang olahraga, semua aspek
kehidupan yang mereka butuhkan harus dibangun
kembali dari nol. Maka perencanaan jangka
panjang pun langsung mereka buat untuk
membangun segalanya. Tidak sekadar 10-20
tahun, namun mereka merencakanan untuk
perkembangan 50-100 tahun.
Olahraga juga mereka anggap sebagai salah satu
aspek kehidupan yang harus segera mereka
bangun. Maka olahraga pun tidak lepas dari
perencanaan jangka panjang yang mereka
lakukan.

Tiga tahun sebelum mereka
menyelenggarakan Olimpiade Tokyo tahun 1964,
sebuah konsep perencanaan olahraga jangka
panjang dikeluarkan. Satu konsep yang kemudian
diberi nama Japan Sport Promotion Act ini terus
mereka pegang hingga 50 tahun setelahnya.
Yang menarik dari konsep perencanaan yang
mereka bangun adalah mereka sama sekali tidak
terlihat langsung berambisi meraih prestasi
dalam waktu dekat. Hanya ada satu kalimat
dalam target perencanaan ini, dan dalam kalimat
tersebut sama sekali tidak menyinggung masalah
Olimpiade, Piala Dunia, atau semacamnya.

"Sports for Everyone! Create a Society in which
everyone shares the joy and the excitement of
sports and support sports."
Membuat seluruh masyarakat senang berolahraga
adalah tujuan utama dari program 50 tahun
mereka.

Prestasi top atlet hanya disebutkan pada
salah satu kunci keberhasilan perencanaan ini.
Dimana mereka harus bisa meraih medali
olimpiade lebih banyak dari olimpiade
sebelumnya.

Namun pada intinya, yang
diinginkan oleh pemerintah Jepang dalam 50
tahun adalah membuat semua masyarakat senang
berolahraga.

 Pada praktiknya, mereka kemudian membuat 3
hal penting untuk dapat mencapai tujuan
tersebut. Fasilitas untuk berolahraga, Event-
event olahraga, dan pemberdayaan klub-klub
olahraga.

Hasilnya, sebuah survei yang dilakukan
oleh Sasakawa Sport Foundation menyebutkan
bahwa pada tahun 1990, masyarakat Jepang yang
berolahraga secara rutin dengan intensitas lebih
dari 3 kali satu minggu hanya sebesar 23,7%.
Dan pada tahun 2012 lalu, angka ini meningkat
dua kali lipat hingga mencapai 59,1%.

Kemudian Indonesia selalu mengaku merupakan
satu negara yang sangat menggilai sepakbola.
Kita mengklaim bahwa sepakbola merupakan
olahraga paling populer dan bangga fakta
menyebutkan bahwa fan page Real Madrid dan
Manchester United di facebook mayoritas dihuni
oleh orang-orang Indonesia.

Saya hanya baru menyadari bahwa kita
menggunakan parameter yang salah untuk
menentukan tingkat popularitas sepakbola.
Sepakbola sama sekali belum populer di
Indonesia.

Coba saja anda lihat, ada berapa banyak
lapangan sepakbola di Indonesia sekarang? Ada
berapa banyak kompetisi sepakbola yang dikelola
serius di Indonesia? Ada berapa sekolah
sepakbola di Indonesia? Ada berapa klub
sepakbola profesional di Indonesia?
Bisa dikatakan bahwa Indonesia kini hanya
populer sebagai penonton sepakbola. Tingkat
popularitas sepakbola di Indonesia hanya sebatas
sebagai fans garis keras sebuah klub sepakbola.
Dan kita sudah berhasil menjadi expert di bidang
ini. Kita telah berhasil menunjukan pada dunia
bahwa Indonesia adalah pasar yang sangat baik
bagi klub-klub sepakbola Eropa.

Kita telah berhasil mencapai sesuatu yang sesuai
dengan apa yang kita lakukan selama ini. Kita
belum melakukan apapun yang membuat negeri
ini bisa sampai ke Piala Dunia. Maka sudah
sewajarnya kita tidak akan pernah sampai ke
Piala Dunia.

Indra Sjafri bersama tim nasional U-19 memang
sudah melakukan suatu hal yang lebih baik dari
sebelumnya. Mencari pemain hingga ke pelosok
negeri, melatihnya dengan metode terbaik, dan
menyiapkan segalanya untuk menghadapi
kompetisi.

Namun tidak ada yang perlu diherankan ketika
semua itu harus kembali kandas ketika
menghadapi negara lain.

Alasannya sudah jelas
karena negara lain sudah melakukan hal yang
jauh lebih baik dari yang kita lakukan. Jepang
yang sudah merancang program 50 tahun
dengan sangat luar biasa saja baru sekedar
mampu menjadi pelengkap di Piala Dunia.

Lalu
kita mau berharap bisa meraih hal yang sama
dengan usaha yang tidak sampai 1% dari yang
dilakukan Jepang?
Bermimpi Indonesia masuk Piala Dunia memang
bukan satu hal yang salah.

Saya juga tidak akan
pernah membuang mimpi ini sampai kapan pun
dari diri saya. Namun bermimpi tanpa kemudian
berbuat apa-apa juga menjadi hal yang konyol.

Piala Dunia memang menjadi tujuan besar kita
yang sepertinya tidak akan mungkin kita raih
dalam waktu dekat ini.

Maka mungkin ada
baiknya jika fokus perhatian kita sedikit dirubah
untuk tujuan-tujuan kecil yang lebih mungkin
untuk kita raih saat ini. Segera ubah pola pikir
kita yang sering memaksa meraih hal yang terlalu
mewah padahal hal sederhana yang krusial sama
sekali belum bisa kita raih.


Lebih Menarik Lagi:


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar