Hampir semua orang yang di muliakan oleh Allah swt adalah sebab ketaatan serta kepatuhan mereka pada ke dua orang tuanya.
Sebagaimana di ketahui Syekh Abu yazid Al busthami adalah kutubul akhwal ( raja keadaan ) dan rajanya para mistikus( para sufi ).
Berikut kisah ketaatan beliau pada orang tua, yang patut di contoh dan di ajarkan pada anak-anak dan murid-murid kita pada zaman dekadensi moral ini.
Setelah tiba waktunya, Sang ibu menghantar Abu
Yazid ke Masjid.
Abu Yazid mempelajari al Quran.
Pada suatu hari gurunya menjelaskan arti sepotong ayat dari surah Al Lukman yang berbunyi:
” Beterimakasihlah kepada Ku dan kepada kedua
ibu bapa kamu”.
Ayat ini sangat mengentarkan hati Abu Yazid.
Abu Yazid meletakkan batu tulisannya dan
berkata kepada gurunya:
”Izinkan saya pulang ,
ada yang perlu hamba katakan kepada ibuku”
Si guru memberi izin.
Lalu Abu Yazid pulang ke
rumahnya. Ibunya menyambutnya dengan kata-
kata:
”Thaifur, mengapa engkau pulang?. Apakah
engkau mendapat hadiah atau ada sesuatu
kejadian yang istimewa?”
”Tidak”, jawab Abu Yazid: ”Ketika pengajian ku
sampai pada ayat di mana Allah memerintahkan
agar aku berbakti kepada Nya dan kepada ibu.
Tetapi aku tidak dapat mengurus dua buah rumah
dalam waktu yang serentak ibu Ayat ini sangat
menyusahkan hatiku.
Mintalah daku ini kepada
Allah sehingga aku menjadi milik mu seorang
atau serahkanlah aku kepada Allah semata – mata sehingga aku dapat hidup untuk Dia semata-mata”.
”Anakku”. Jawab ibunya: ”Aku serahkan engkau
kepada Allah dan ku bebaskan engkau dari
semua kewajipan mu terhadap aku.
Pergilah engkau dan jadilah engkau seorang hamba
Allah”. Di Hari kemudian , Abu Yzzid berkata:
”Kewajiban yang pada mula ku kira sebagai
kewajipan paling mudah di antara yang lain-
lainya, ternyata merupakan kewajipan yang paling
utama. Yaitu kewajiban untuk berbakti kepada ibu ku.
Di dalam berbakti kepada ibuku itulah ku
perolehi segala sesuatu yang ku cari, yakni
segala sesuatu yang hanya boleh difahami
melalui tindakan displin diri dan pengabdian
kepada Allah”.
Antara peristiwa adalah sebagai berikut:
Pada suatu malam ibu meminta air kepada ku.
Maka aku pun pergi mengambilnya, ternyata di
dalam tempayan kami tidak ada air. Ku lihat
dalam kendi, tetapi kendi itu pun kosong jua.
Oleh kerana itu pergilah aku ke sungai lalu
mengisi kendi tersebut dengan air. Ketika aku
pulang, , ternyata ibuku tertidur”.
”Malam itu udara terasa sejuk. Kendi itu tetap
dalam rangkulan ku. Ketika ibu ku terjaga, ia
meminum air yang ku bawa itu kemudian
memberkati diriku. Kemudian terlihatlah oleh ku
betapa kendi itu telah membuat tanganku kaku:
”Mengapa engkau tetap memegang kendi itu”, ibu
bertanya.
”Aku takut ibu terjaga sedang aku sendiri
terlena”, Jawab ku.
Kemudian ibu berkata kepada ku: ”Biarkan sahaja
pintu itu setengah terbuka”.
Sepanjang malam aku berjaga-jaga agar pintu itu
tetap dalam keadaan setengah terbuka dan agar
aku tidak melalaikan pesanan ibuku.
Hingga akhirnya fajar melewati pintu, begitulah yang sering kulakukakan berkali-kali”.
Setelah si ibu memyerahkan anaknya kepada
Allah, Abu Yazid meninggalkan Bustham,
merantau dari satu negeri ke satu negeri selama
30 puluh tahun, dan melaluik disiplin diri dengan terus berpuasa di siang hari dan betariqat sepanjang malam. Ia belajar di bawah bimbingan 113 guru kerohanian dan telah memeperolehi
manafaat dari setiap pelajaran yang mereka
berikan.
Lebih Menarik Lagi: