Allah Tetap Benar.
Seorang muslim pertama kali
menghadapi cahaya kehidupan
dengan kalimat tauhid, dan terakhir
kali ia meninggakan dunia dengan
kalimat tauhid pula, dan antara
masa hayi sampai kematiannya tidak
memiliki tugas selain menegakkan
dan menyeru kepada tauhid.
Pengertian akidah secara bahasa
adalah keyakinan yang mantap.
Manakala keyakinan sekarang itu
kuat dan kokoh, barangkali
dijebloskan ke dalam penjarapun,
dia tidak merasakan apa-apa bahkan
mungkin merasa nikmat karena
dapat mempertahankan prinsip
hidupnya. Boleh jadi dalam
pandangan orang lain ia menderita
tapi dalam perasaannya, dia merasa
enak dan nikmat.
Menurut istilah, akidah itu adalah
perkara-perkara yang dibenarkan
oleh jiwa dan hati, merasa tenang
karenanya serta menjadi sebuah
keyakinan bagi pemiliknya yang tidak
dicampuri keraguan sedikit pun.
Akidah kepada Allah tercermin saat
segala hal yang berkaitan dengan
Allah dibenarkan oleh akal kita dan
hati kita menjadi tenteram dengan
Allah dan tidak ada rasa keraguan
sedikit pun terhadap Allah. Kalau
lagi senang dia taat untuk
beribadah, kalau lagi susah dia
malas ke masjid, pertanda akidahnya
goyang-goyang. Akidah orang ini
morat-marit. Tidak ada komitmen
senang-susah, berpegang kepada
Allah. Jadi tidak dipengaruhi oleh
suasana.
Kita berkeyakinan bahwa Allah SWT
adalah Rabb seluruh langit dan
bumi, Pencipta siapa dan apa saja
yang ada di dalamnya, Pemilik segala
perintah dan urusan di alara
semesta, tidak ada sekutu bagi-Nya
dalam kerajaan-Nya, tidak ada yang
menolak ketetapan-Nya, Dia-lah
satu-satunya Pencipta segala
sesuatu, pemberi rizki semua yang
hidup, pengatur segala urusan dan
perintah, Dia-lah satu-satunya yang
Merendahkan dan Meninggikan,
Pemberi dan Penghambat.
Bentuk tauhid semacam ini tidak
ada yang mengingkari selain
penganut faham materialis-Atheis
yang mengingkari wujud Allah SWT,
seperti kaum Dahriyyun pada masa
lalu dan Komunisme pada masa
sekarang. Adapun umumnya orang-
orang yang menyekutukan Allah
(musyrikin), seperti bangsa Arab,
mereka mengakui tauhid ini dan
tidak mengingkarinya. Dalam Al
Qur’an surat Al Ankabut ayat 61
yang artinya “ Dan sesungguhnya jika
kamu tanyakan kepada
mereka :’Siapakah yang menjadikan
langit dan bumi dan menundukkan
matahari dan bulan?’. Tentu mereka
akan menjawab :’Allah’, maka
betapakah mereka (dapat)
dipalingkan“. Bangsa Arab yang
musyrik telah mengakui tauhid
rububiyah, meskipun demikian,
pengakuan mereka kepada tauhid
rububiyah ini tidak menjadikan
mereka masuk Islam, sebab yang
mereka sekutukan bersama Allah
adalah sesuatu yang tidak memiliki
kekuasaan apa-apa, mereka
menjadikan bersama Allah tuhan-
tuhan lain, mereka mengira bahwa
tuhan-tuhan itu mendekatkan
mereka kepada Allah atau memberi
syafa’at kepada mereka di sisi-Nya.
Memang sejak dahulu telah ada
manusia yang tersesat dari tauhid,
sehingga mereka menyembah
bermacam tuhan-tuhan selain Allah.
Sebagai contoh Kaum Nuh as, kaum
Nabi Ibrahim as menyembah patung,
Kaum Mesir kuno yang menyembah
anak sapi dan Kaum Nasrani
menyembah Isa al Masih dan ibunya
(Maryam) mereka juga menyembah
para pendeta dan rahib selain Allah
SWT. Semuanya adalah musyrik,
sebab mereka tidak mengesakan
Allah SWT dalam beribadah. Tidak
ada sesuatupun selain Allah yang
berhak untuk diibadahi.
Mengenal Allah melalui Al Qur’an
Akidah juga artinya janji, artinya kita
memegang janji kepada Allah. Ketika
akidah kita luntur, berarti janji kita
kepada Allah luntur, tidak kita
tunaikan. Orang yang telah
mengingkari janjinya kepada Allah
maka Allah pun tidak bertanggung
jawab kepada dia dihari kiamat
nanti. Jadi ketika seseorang
memegang akidah, maka berarti dia
memegang teguh janjinya kepada
Allah untuk tidak mensyirikkan Dia
dengan sesuatu. Untuk tidak
menyembah, untuk tidak mengakui
kekuatan, meyakini apa saja selain
Allah.
Sumber-sumber akidah tidak lain
adalah Alquranul Karim. Karena kita
tidak tahu siapa Allah, kalau tidak
melalui kitabullah. Kita tidak
mengenal tentang diri kita kalau
tidak
melalui Kitabullah. Jadi sumber
akidah yang pertama adalah Al
Quran. Karena Al Quran
menerangkan segala-galanya tentang
Allah, Rasul, Malaikat, Kitab, Hari
Kiamat, dan lain-lain.
Jadi kalau berbicara tentang akidah,
mutlak harus merujuk kepada
Alquran, jangan merujuk kepada
Aristoteles, Al-Hallaj, Ibnu Rusjd dan
seterusnya, itu bukan Akidah.
Jangan merujuk kepada “kata si A,
kata si B”. Kalau berbicara tentang
akidah, rujukannya hanya qalallahu
ta’ala, Firman Allah Ta’ala. Sumber
lain selain Alquran adalah Assunah,
karena ia adalah wahyu Allah
kepada Rasul.
Keimanan Kepada Allah
Jika kita mengetahui bahwa dasar
dari seluruh akidah adalah iman
kepada Allah, maka kewajiban kita
sekarang, adalah mengetahui bahwa
tauhidullah (mengesakan Allah)
adalah inti dari iman kepada-Nya.
Tidak adanya tauhid yang benar
akan mengakibatkan kekafiran,
kemusyrikan, kepalsuan, kezhaliman
yang besar dan kesesatan yang nyata
akan keimanan kepada Allah.
Di Dalam Al qur’an surat Al Baqarah
ayat 177 (artinya):”. .. bukanlah
kebaikan itu kamu mengarahkan
mukamu ke timur dan ke barat, tapi
kebaikan itu adalah siapa yang
beriman kepada Allah, Hari Akhir,
Malaikat,… ” Di dalam surat Annisa
ayat 136 (artinya) : “Wahai orang-
orang yang beriman, berimanlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, …
Barangsiapa yang kufur kepada Allah
… maka sesungguhnya orang itu
telah sesat sejauh-jauhnya “.
Rukun iman yang kedua, iman
kepada Malaikat: Allah berhak untuk
menciptakan Malaikat. Malaikat ini
adalah makhluk dalam jenis tertentu
yang diciptakan oleh Allah, tidak
punya jasad dan tugasnya hanya
untuk beribadah kepada Allah. Tidak
pernah durhaka atau maksiat. Yang
suka melaksanakan maksiat itu
adalah jin dan manusia. Makanya
yang mengisi neraka itu juga
banyaknya jin dan manusia.
“Malaikat tidak pernah bermaksiat
kepada Allah atas segala perintah
dan mereka hanya mengerjakan apa
yang diperintahkan. ” Setiap majelis
yang diisi Alquran, maka di situ
penuh sesak Malaikat ikut
mendengarkan, mereka diperintah
oleh Allah agar mendoakan kita.
Jadi ketika kita meminta, Malaikat
mengaminkan permintaan kita.
Ketika meminta sesuatu agar
dijauhkan, mereka meminta
dijauhkan apa yang tidak disukai.
Makanya mejelis taklim suka disebut
majelis yang mulia. Beda dengan
majelis arisan atau majelis pesta-
pesta yang tidak dibaca Alquran,
apalagi pertemuan yang
mempertontonkan aurat perempuan,
bukan Malaikat yang ada di situ, tapi
yang ada di situ adalah setan
(manusia) dan jin.
Dalam surat Al Baqarah ayat 97 yang
artinya “ Katakanlah : “Barangsiapa
yang menjadi musuh Jibril, maka
Jibril itu telah menurunkan Al
Qur’an ke dalam hatimu dengan
seizin Allah; membenarkan kitab-
kitab yang sebelumnya dan menjadi
petunjuk serta berita gembira bagi
orang-orang yang beriman “. Jadi
intinya Allah mewajibkan kita untuk
beriman kepada malaikat.
Yang ketiga, iman kepada kitab-kitab
Allah. Allah juga berkehendak untuk
menurunkan kitab-kitab-Nya. Baik
kepada ummat sebelum kita maupun
kepada kita sekarang. Allah juga
yang memberitakan bahwa kitab-
kitab yang sebelumnya itu ada yang
namanya Taurat kepada Nabi Musa,
Injil kepada Nabi Isa, Zabur kepada
Nabi Daud, kemudian ada lembaran-
lembaran kitab, namanya shuhuf,
yang diturunkan kepada Nabi
Ibrahim dan Nabi Musa. Tidak ada
kitab lain selain yang disebutkan di
sini. Jadi kalau ada ummat
beragama lain punya kitab, jangan
bilang ahlul kitab, itu bukan kitab
yang diturunkan oleh Allah. Taurat,
Injil, Zabur, itulah kitab. Jadi tidak
ada yang dikatakan kitab Allah
selain yang empat ini. Allah juga
memberikan informasi kepada kita
bahwa tiga kitab yang diturunkan
sebelum Al qur’an sudah dirusak,
dikotori oleh ummat-ummat sebelum
mereka menyimpangkan, merusak
kitab Allah dari yang aslinya. Mereka
menulis kitab suci dengan tangan
mereka sendiri. Tidak sesuai dengan
yang diwahyukan Allah kepada
mereka.
Keempat, iman kepada Rasul. Kita
disuruh beriman kepada Rasul-rasul.
Kita disuruh beriman kepada Nabi
Musa, kepada Nabi Isa, Nabi
Ibrahim dan dua puluh lima Rasul-
rasul yang ada. Jangan disalah
pahami. Ketika kita disuruh beriman
kepada Rasul-rasul, bukan mengakui
agama di luar Islam, kita disuruh
beriman kepada Nabi Musa, bukan
disuruh mengakui agama Yahudi.
Agama Yahudi agama kekafiran,
tidak boleh diakui. Kita disuruh
beriman kepada Isa, tidak boleh
mengakui Kristen. Karena itu
kekafiran. Kita disuruh beriman
kepada Nabi dan Rasul yang diutus
oleh Allah.
Keimanan kepada Nabi Isa sama
sekali tidak ada hubungannya
dengan Kristen. Bahkan keimanan
kepada Nabi Isa konsekuensinya
harus benci kepada Nashara. Nabi
Isa as datang membawa Injil.
Adapun keyakinan orang Nasrani
tentang Tuhan yang tiga, tidak
pernah diajarkan oleh Nabi Isa. Jadi
kita hanya beriman kepada Nabi Isa
dan kepada Injil yang diturunkan
kepadanya, bukan beriman kepada
agama Nasrani. Kita percaya kepada
Nabi Musa, yakin kepada Taurat
yang diturunkan Allah kepada Nabi
Musa, bukan percaya dan mau
menerima agama Yahudi.
Mudah-mudahan, kita dapat
mengkokohkan akidah yang
sempurna dan terhindar dari
kemusyrikan dalam menjalankan
ibadah kepada Allah SWT.
Lebih Menarik Lagi: