Mungkinkah Selain Nabi Muhammad Dapat Mi'roj , | Blog Legenda Tauhid

Mungkinkah Selain Nabi Muhammad Dapat Mi'roj ,


21.15 |

Abu Yazid berkisah, “Dengan tatapan yang pasti
aku memandang Allah setelah Dia membebaskan
diriku dari semua makhluk-Nya, menerangi diriku
dengan Cahaya-Nya, membukakan keajaiban-
keajaiban rahasia-Nya dan menunjukkan
kebesaran-Nya kepadaku. Setelah menatap Allah
akupun memandang diriku sendiri dan merenungi
rahasia serta hakekat diri ini. Cahaya diriku
adalah kegelapan jika dibandingkan dengan
Cahaya-Nya, kebesaran diriku sangat kecil jika
dibandingkan dengan kebesaran-Nya, kemuliaan
diriku hanyalah kesombongan yang sia-sia jika
dibandingkan dengan kemuliaan-Nya. Di dalam
Allah segalanya suci sedang didalam diriku
segalanya kotor dan cemar. Bila kurenungi
kembali, maka tahulah aku bahwa aku hidup
karena cahaya Allah. Aku menyadari kemuliaan
diriku bersumber dari kemuliaan dan kebesaran-
Nya. Apapun yang telah kulakukan, hanya karena
kemaha kuasaan-Nya. Apapun yang telah terlihat
oleh mata lahirku, sebenarnya melalui Dia. Aku
memandang dengan mata keadilan dan realitas.
Segala kebaktianku bersumber dari Allah, bukan
dari diriku sendiri, sedang selama ini aku
beranggapan bahwa akulah yang berbakti
kepada-Nya.
Hiasilah diriku dengan ke-Esaan-Mu, sehingga
apabila hamba-hamba-Mu memandangku yang
terpandang oleh mereka adalah ciptaan-Mu. Dan
mereka akan melihat Sang Pencipta mata, bukan
diriku ini”. Keinginanku ini dikabulkan-Nya.
Ditaruh-Nya mahkota kemurahan hati ke atas
kepalaku dan Ia membantuku mengalahkan
jasmaniku. Setelah itu, Dia berkata, “temuilah
hamba-hamba-Ku itu”. Maka kulanjutkan pula
pengembaraan yang tak berkesudahan di lautan
tanpa tepi itu untuk beberapa lama, aku katakan,
“Tidak ada seorang manusiapun yang pernah
mencapai kemuliaan yang lebih tinggi daripada
yang telah kucapai ini. Tidak mungkin ada
tingkatan yang lebih tinggi daripada ini”. Tetapi
ketika kutajamkan pandangan ternyata kepalaku
masih berada di telapak kaki seorang Nabi. Maka
sadarlah aku, bahwa tingkat terakhir yang dapat
dicapai oleh manusia-manusia suci hanyalah
sebagai tingkatan awal dari kenabian. Mengenai
tingkat terakhir dari kenabian tidak dapat
kubayangkan. Kemudian ruhku menembus segala
penjuru di dalam kerajaan Allah. Surga dan
neraka ditunjukkan kepada ruhku itu tetapi ia
tidak peduli. Apakah yang dapat menghadang dan
membuatnya peduli ?.
Semua sukma yang bukan Nabi yang ditemuinya
tidak dipedulikannya. Ketika ruhku mencapai
sukma manusia kesayangan Allah, Nabi
Muhammad SAW, terlihatlah olehku seratus ribu
lautan api yang tiada bertepi dan seribu tirai
cahaya. Seandainya kujejakkan kaki ke dalam
lautan api yang pertama itu, niscaya aku hangus
binasa. Aku sedemikian gentar dan bingung
sehinga aku menjadi sirna. Tetapi betapapun
besar keinginanku, aku tidak berani memandang
tiang perkemahan Muhammad Rasulullah Saw.
Walaupun aku telah berjumpa dengan Allah,
tetapi aku tidak berani berjumpa dengan
Muhammad Rasulullah Saw. Kemudian Abu Yazid
berkata, “Ya Allah, segala sesuatu yang telah
terlihat olehku adalah aku sendiri. Bagiku tiada
jalan yang menuju kepada-Mu selama aku ini
masih ada. Aku tidak dapat menembus keakuan
ini, apakah yang harus kulakukan?” Maka
terdengarlah perintah, “Untuk melepas
keakuanmu itu ikutilah kekasih Kami, Muhammad
Saw. Usaplah matamu dengan debu kakinya dan
ikutilah jejaknya. Maka terjunlah aku ke dalam
lautan api yang tak bertepi dan kutenggelamkan
diriku kedalam tirai-tirai cahaya yang mengelilingi
Muhammad Rasululah Saw. Dan kemudian tak
kulihat diriku sendiri, yang kulihat Muhammad
Rasulullah Saw. Aku terdampar dan kulihat Abu
Yazid berkata,” aku adalah debu kaki Muhammad,
maka aku akan mengikuti jejak beliau Saw.
Suatu hari Abu Yazid berjalan-jalan dengan
beberapa orang muridnya. Jalan yang sedang
mereka lalui sempit dan dari arah yang
berlawanan datanglah seekor anjing. Abu Yazid
menyingkir kepinggir untuk memberi jalan kepada
binatang itu. Salah seorang murid tidak
menyetujui perbuatan Abu Yazid ini dan berkata,”
Allah Yang Maha Besar telah memuliakan
manusia di atas segala makhluk-makhluk-Nya.
Abu Yazid adalah “Raja diantara kaum mistik”,
tetapi dengan ketinggian martabatnya itu beserta
murid-muridnya yang taat masih memberi jalan
kepada seekor anjing. Apakah pantas perbuatan
seperti itu ?” Abu Yazid menjawab,” Anak muda,
anjing tadi secara diam-diam telah berkata
kepadaku, ‘Apakah dosaku dan apakah pahalamu
pada awal kejadian sehingga aku berpakaian kulit
anjing dan engkau mengenakan jubah
kehormatan sebagai raja diantara para mistik?’.
Begitulah yang sampai dalam pikiranku dan
karena itulah aku memberi jalan kepadanya”.
Ada seorang pertapa di antara tokoh suci
terkenal di Bustham yang mempunyai banyak
pengikut dan pengagum, tetapi ia sendiri
senantiasa mengikuti pelajaran yang diberikan
oleh Abu Yazid. Dengan tekun ia mendengarkan
ceramah-ceramah Abu Yazid dan duduk bersama
sahabat-sahabat beliau. Pada suatu hari
berkatalah ia kepada Abu Yazid, “pada hari ini
genap tiga puluh tahun lamanya aku berpuasa
dan memanjatkan do’a sepanjang malam
sehingga aku tidak pernah tidur. Namun
pengetahuan yang engkau sampaikan ini belum
pernah menyentuh hatiku. Walau demikian aku
percaya kepada pengetahuan itu dan senang
mendengarkan ceramah-ceramahmu”. “Walaupun
engkau berpuasa siang malam selama tiga ratus
tahun, sedikitpun dari ceramahku ini tidak akan
dapat engkau hayati”. “Mengapa demikian ?”,
tanya si murid. “Karena matamu tertutup oleh
dirimu sendiri”, jawab Abu Yazid. “Apakah yang
harus kulakukan ?”, tanya si murid pula. “Jika
kukatakan, pasti engkau tidak mau
menerimanya”, jawab Abu Yazid. “Akan
kuterima !. Katakanlah kepadaku agar kulakukan
seperti yang engkau petuahkan”. “Baiklah!”,
jawab Abu Yazid. “Sekarang ini juga, cukurlah
janggut dan rambutmu. Tanggalkan pakaian yang
sedang engkau kenakan dan gantilah dengan
cawat yang terbuat dari bulu domba. Gantungkan
sebungkus kacang dilehermu, kemudian pergilah
ke tempat ramai. Kumpulkan anak-anak sebanyak
mungkin dan katakan pada mereka,”Akan
kuberikan sebutir kacang kepada setiap orang
yang menampar kepalaku”. Dengan cara yang
sama pergilah berkeliling kota, terutama sekali ke
tempat dimana orang-orang sudah mengenalmu.
Itulah yang harus engkau lakukan”. “Maha besar
Allah! Tiada Tuhan kecuali Allah”, cetus si murid
setelah mendengar kata-kata Abu Yazid itu. “Jika
seorang kafir mengucapkan kata-kata itu niscaya
ia menjadi seorang Muslim”, kata Abu Yazid.
“Tetapi dengan mengucapkan kata-kata yang
sama engkau telah mempersekutukan Allah”.
“Mengapa begitu ?”, tanya si murid. “Karena
engkau merasa bahwa dirimu terlalu mulia untuk
berbuat seperti yang telah kukatakan tadi.
Kemudian engkau mencetuskan kata-kata tadi
untuk menunjukkan bahwa engkau adalah
seorang penting, dan bukan untuk memuliakan
Allah. Dengan demikian bukankah engkau telah
mempersekutukan Allah ?”. “Saran-saranmu tadi
tidak dapat kulaksanakan. Berikanlah saran-saran
yang lain”, si murid keberatan. “Hanya itu yang
dapat kusarankan”, Abu Yazid menegaskan. “Aku
tak sanggup melaksanakannya”, si murid
mengulangi kata-katanya. “Bukankah telah aku
katakan bahwa engkau tidak akan sanggup untuk
melaksanakannya dan engkau tidak akan
menuruti kata-kataku”, kata Abu Yazid. (Besi
mesti dipanasi untuk dijadikan pedang, batu kotor
mesti digosok supaya jadi berlian. “Gosoklah
berlian imanmu dengan Laa illaha ilAllah”.
‘Jadidu Imanakum bi Laa illaha ilAllah’).
“Engkau dapat berjalan di atas air”, orang-orang
berkata kepada Abu Yazid. “Sepotong kayupun
dapat melakukan hal itu”, jawab Abu Yazid.
“Engkau dapat terbang di angkasa”. “Seekor
burung pun dapat melakukan itu”. “Engkau dapat
pergi ke Ka’bah dalam satu malam”. ” Setiap
orang sakti dapat melakukan perjalanan dari India
ke Demavand dalam satu malam”. “Jika
demikian apakah yang harus dilakukan oleh
manusia-manusia sejati ?”, mereka bertanya
kepada Abu Yazid. Abu Yazid menjawab,
“Seorang manusia sejati tidak akan menautkan
hatinya kepada selain Allah Swt.
Sedemikian khusyuknya Abu Yazid dalam berbakti
kepada Allah, sehingga setiap hari apabila
ditegur oleh muridnya, yang senantiasa
menyertainya selama 20 tahun, ia akan
bertanya,” Anakku, siapakah namamu ?” Suatu
ketika si murid berkata pada Abu Yazid,”Guru,
apakah engkau memperolok-olokkanku. Telah 20
tahun aku mengabdi kepadamu, tetapi, setiap
hari engkau menanyakan namaku”. “Anakku”,
Abu Yazid menjawab,”aku tidak memperolok-
olokkanmu. Tetapi nama-Nya telah memenuhi
hatiku dan telah menyisihkan nama-nama yang
lain. Setiap kali aku mendengar sebuah nama
yang lain, segeralah nama itu terlupakan olehku”.
Abu Yazid mengisahkan : Suatu hari ketika
sedang duduk-duduk, datanglah sebuah pikiran ke
dalam benakku bahwa aku adalah Syaikh dan
tokoh suci zaman ini. Tetapi begitu hal itu
terpikirkan olehku, aku segera sadar bahwa aku
telah melakukan dosa besar. Aku lalu bangkit
dan berangkat ke Khurazan. Di sebuah
persinggahan aku berhenti dan bersumpah tidak
akan meninggalkan tempat itu sebelum Allah
mengutus seseorang untuk membukakan hatiku.
Tiga hari tiga malam aku tinggal di persinggahan
itu. Pada hari yang ke-empat kulihat seseorang
yang bermata satu dengan menunggang seekor
unta sedang datang ke tempat persinggahan itu.
Setelah mengamati dengan seksama, terlihat
olehku tanda-tanda kesadaran Ilahi di dalam
dirinya. Aku mengisyaratkan agar unta itu
berhenti lalu unta itu segera menekukkan kaki-
kaki depannya. Lelaki bermata satu itu
memandangiku. “Sejauh ini engkau
memanggilku”, katanya,” hanya untuk
membukakan mata yang tertutup dan
membukakan pintu yang terkunci serta untuk
menenggelamkan penduduk Bustham bersama
Abu Yazid?””Aku jatuh lunglai. Kemudian aku
bertanya kepada orang itu,”Darimanakah engkau
datang?” “Sejak engkau bersumpah itu telah
beribu-ribu mil yang kutempuh”, kemudian ia
menambahkan,”berhati-hatilah Abu Yazid,
Jagalah hatimu!”Setelah berkata demikian ia
berpaling dariku dan meninggalkan tempat itu.
Menolak mereka hanya karena keingkaran
mereka. Segala sesuatu yang kulakukan hanyalah
debu. Kepada setiap perbuatanku yang tidak
berkenan kepada-Mu limpahkanlah ampunan-Mu.
Basuhlah debu keingkaran dari dalam diriku
karena akupun telah membasuh debu
kelancangan karena mengaku telah mematuhi-
Mu. Kemudian Abu Yazid menghembuskan nafas
terakhirnya dengan menyebut nama Allah pada
tahun 261 H /874 M.


Lebih Menarik Lagi:


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar