Cara Dakwah Nabi Muhamad Nuri arsyillah. | Blog Legenda Tauhid

Thursday,March 13,2025

Cara Dakwah Nabi Muhamad Nuri arsyillah.


05.55 |

Berdasarkan cara dakwah yang dilakukan oleh
Nabi Muhamamd SAW, periode Mekah dapat
dibagi menjadi tiga fase.

1. Fase Dakwah Sembunyi-sembunyi (Sirriyah)
Tiga tahun pertama dakwah Nabi Muhammad
SAW dilakukan secara sembunyi-sembunyi
(sirriyah).

Ciri khas dari strategi dakwah yang
bersifat underground ini adalah:
Objek dakwah dari kalangan terbatas (keluarga
dan sahabat Nabi Muhammad SAW atau
orang-orang yang dipandang berjiwa hanif).
Dakwah tidak disampaikan secara terbuka, tapi
face to face atau berkelompok yang berpusat
di rumah salah seorang sahabat nabi, yakni
Arqam bin Abil Arqam.
Kerahasiaan menjadi kunci dari dakwah selama
fase ini. Seruan dakwah yang bertolakbelakang
dengan kondisi sosial masyarakat Arab pada
saat itu dan kedudukan sosial-politik Nabi
Muhammad SAW yang belum kuat, menjadi
alasan pemilihan strategi dakwah secara
sirriyah.

Selama fase dakwah sirriyah berlangsung,
lahirlah kader-kader militan. Mereka disebut
dengan nama ‘As-Sabiqunal Awwalun’ (yang
terdahulu dan pertama masuk Islam), yaitu:
Khadijah binti Khuwailid (istri Nabi Muhammad
SAW).
Zaid bin Haritsah (anak angkat Nabi
Muhammad SAW).
Ali bin Abu Thalib (anak paman Nabi
Muhammad SAW).
Abu Bakar ash-Shiddiq (sahabat karib Nabi
Muhammad SAW).
Bilal bin Rabbah (budak kulit hitam dari
Habsyah).
Ummu Aiman (ibu susuan Nabi Muhammad
SAW).
Hamzah bin Abdul Muththalib (paman Nabi
Muhammad SAW)..
Abbas bin Abdul Muththalib (paman Nabi
Muhammad SAW).
Abu Salamah bin Abdul Asad (saudara
sesusuan Nabi Muhammad SAW).
Ubay bin Kaab (pemuka dariYatsrib/Madinah).
Selain itu, nama-nama seperti Utsman bin Affan,
az-Zubair bin al-Awwan, Abdurrahman bin Auf,
al-Arqam bin Abil Arqam, Thalhah bin Ubaidillah,
Sa’d bin Abi Waqqash, Amir bin al-Jarrah,
Khabbab bin al-Arrat, Fathimah bin al-khattab,
dan Ummu Salamah pun termasuk sebagai
generasi awal pemeluk Islam.

2. Fase Dakwah Terang-terangan

Fase ini terhitung dari tahun keempat masa
kenabian hingga tahun kesepuluh. Latar
belakangnya adalah wahyu dari Allah SWT melalui
Surah al-Hijrayat ayat ke-94 yang memerintahkan
Nabi Muhammad SAW untuk berdakwah secara
terbuka atau terang-terangan kepada penduduk
Mekah.

Langkah pertama yang diambil oleh Muhammad
adalah mengumpulkan segenap kerabat dekat
(paman-pamannya) dari Bani Hasyim dan Bani
al-Muthalib bin al-Manaf. Namun, langkah ini
tidak berhasil. Semuanya menentang misi dakwah
Muhammad kecuali Abu Thalib, paman yang
mengasuhnya sejak kecil.
Tidak berkecil hati, Nabi Muhammad SAW
kemudian mengumpulkan seluruh penduduk
Mekah di Bukit Shafa. Ia lalu menyerukan misi
dakwahnya mengajak penduduk Mekah untuk
masuk Islam dan meninggalkan keyakinan jahiliah
mereka. Akan tetapi, seruan ini tidak ditanggapi.
Malah memantik permusuhan dari para pemuka
Quraisy yang melihat agama ini sebagai
ancaman.

Nabi Muhamad dan warga Mekah yang telah
memeluk Islam pun diintimidasi, baik secara
verbal (ejekan, cacian, hinaan) maupun fisik
(penganiayaan dan pemboikotan). Untuk
menghindari intimidasi yang semakin hebat, Nabi
Muhammad SAW memerintahkan sebagian
umatnya untuk hijrah ke Habsyah (Ethiopia).

Pada fase ini (dakwah terang-terangan) terjadi
dua peristiwa penting, yakni meninggalnya Abu
Thalib (paman Nabi Muhammad SAW) dan
Khadijah (istri Nabi Muhammad SAW) pada tahun
kesepuluh masa kenabian. Kehilangan yang
meninggalkan duka mendalam bagi Muhammad,
sehingga tahun ini dinamakan ‘Amul
Khuzn’ (tahun duka).
Peristiwa penting lainnya adalah diangkatnya
Muhammad ke langit untuk bertemu Allah SWT.

Peristiwa yang dikenal sebagai ‘Isra’ Mi’raj’ ini
termasuk salah satu mukjizat dari Nabi
Muhammad SAW. Perjalanan dari Mekah ke
Palestina (‘isra), kemudian naik ke langit
menemui Allah (mi’raj) ditempuh oleh Nabi
Muhammad SAW hanya dalam semalam.

c. Fase Dakwah di Luar Mekah

Dakwah keluar Mekah sebenarnya telah dilakukan
pada saat sebagian umat Islam hijrah ke Habsyah
(tahuan kelima kenabian). Namun, secara umum
fase dakwah ini dihitung ketika Nabi Muhammad
SAW berdakwah ke Kota Thaif pada tahun
sepuluh kenabian dan berakhir saat umat Islam
hijrah ke Yatsrib (tahun ketiga belas kenabian).

Selain berdakwah ke Thaif, Nabi Muhamad juga
gencar berdakwah kepada para peziarah yang
setiap tahunnya berhaji ke Mekah. Sepulang dari
berhaji, para peziarah yang menerima dakwah
dari Nabi Muhammad SAW ini pun
menyebarkannya di daerah asal mereka.

Hal tersebut membuat Islam tersebar ke seluruh
Jazirah Arabia.
Metode dakwah ini berbuah gemilang dengan
datangnya undangan dari para pemuka suku di
Yatsrib.

Undangan berisi permintaan agar nabi
beserta seluruh umat Islam di Mekah untuk hijrah
ke Yatsrib dan menjadikan kota ini sebagai basis
dakwah Islam. Nabi Muhammad SAW
menyetujuinya, dan terjadilah perpindahan besar-
besaran ke Yatsrib yang kemudian berganti nama
menjadi Madinah (Kota Nabi).

2. Periode Madinah

Dakwah periode Madinah berlangsung selama
sepuluh tahun. Dihitung semenjak Nabi
Muhammad SAW hijrah ke Madinah (tahun 622
masehi) dan berakhir saat beliau meninggal dunia
pada 12 Rabiul Awal tahun 11 hijriyah (8 juni 631
masehi).

Ciri khas dakwah periode Madinah adalah upaya
membentuk masyarakat Islam. Jika pada periode
Mekah penekanannya pada pembentukan karakter
seorang muslim, saat di Madinah, Nabi
Muhammad SAW membangun pilar-pilar
masyarakat di bidang politik, ekonomi, dan sosial
yang dilandasi nilai ketauhidan, kemanusiaan,
persamaan hak, keadilan sosial dan ekonomi,
kebajikan serta solidaritas sesama muslim.

Langkah yang ditempuh adalah
mempersaudarakan muslim Mekah (Muhajirin)
dan muslim Madinah (Anshar). Kemudian, Nabi
Muhammad SAW juga membangun masjid
sebagai pusat ibadah dan pemerintahan Islam. Di
masjid tidak hanya berlangsung sholat lima waktu
dan bentuk ibadah ritual lainnya, tapi masjid juga
dijadikan sarana membahas isu-isu penting umat
Islam dan membentuk kader-kader penerus-
penerus Islam militan.
Nabi Muhammad SAW juga tidak melupakan
membangun basis kekuatan di bidang politik dan
ekonomi. Di bidang politik, Nabi Muhammad SAW
merumuskan kesepakatan kerja sama dengan
kalangan non-muslim di Madinah. Kesepakatan
ini kemudian dikenal dengan nama ‘Piagam
Madinah’. Di bidang ekonomi, Nabi Muhammad
SAW membuat pasar Islam sebagai tandingan
terhadap keberadaan pasar Yahudi yang lebih
dahulu eksis menguasai perekonomian di
Madinah.
Sepanjang periode Madinah, terjadi beberapa
peristiwa penting. Peristiwa-peristiwa itu
berpengaruh positif terhadap perkembangan Islam
selanjutnya, yaitu pascameninggalnya Nabi
Muhammad SAW.

a. Konflik dengan Kaum Yahudi di Madinah

Penyebab konflik berasal dari sikap kaum Yahudi
yang sering mengingkari janji saat kaum muslim
diserang oleh musuh-musuh Islam dari Mekah
dan sekutunya. Seperti pada saat terjadi Perang
Badar dan Uhud, kaum Yahudi mengkhianati
kaum muslim. Padahal sesuai kesepakatan yang
ada di Piagam Madinah, mereka harusnya
membantu ketika Madinah diserang musuh.
Perbuatan ingkar janji ini berakibat diusirnya
kaum Yahudi dari Madinah.

b. Perjanjian Hudaibiyah

Merupakan perjanjian gencatan senjata antara
kaum muslim dengan Quraisy. Perjanjian yang
terjadi pada tahun 6 hijriyah ini awalnya ditolak
oleh sebagian besar kaum muslim karena
dianggap merugikan. Namun, Nabi Muhammad
SAW bersikukuh melakukannya. Terbukti,
perjanjian ini berefek positif terhadap
perkembangan dakwah selanjutnya. Selama masa
gencatan senjata itu, pengaruh Islam meluas
hingga ke seluruh penjuru Jazirah Arabia.
Perjanjian Hudaiyah pun jadi jalan bagi terjadinya
peristiwa Pembebasan Mekah (Fathu Mekah).

c. Fathu Mekah

Terjadi pada 10 Ramadan tahun 8 hijriyah atau
dua tahun setelah terjadinya perjanjian
Hudaibiyah. Penyebabnya karena kaum Quraisy
melanggar isi perjanjian sehingga nabi
menganggap perjanjian itu tidak berlaku lagi.
Bersama sekitar 10.000 ribu pasukan, Nabi
Muhammad SAW berhasil menguasai Mekah
tanpa terjadi pertumpahan darah. Kemudian,
seluruh berhala di Ka’bah dihancurkan.


Lebih Menarik Lagi:

Related Posts



Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar