Begitu banyak mutiara behamburan ( terhampur,bahasa banjar ) mutiara yang nyata dzahir maupun mutiara bathin/ ghaib, terdapat di kota seribu sungai ( banjarmasin ) dan sekitarnya. Seperti kitab Ad -durrun Nafis, kitab karangan Al arifubillah syekh Durunnafis. Berikut sedikit ulasan tentang kitab tersebut.
Ad-Durrun Nafis (Permata Yang Indah) karya
Syekh Nafis Al-Banjari.
Kitab Ad-Durrun Nafis (Permata Yang Indah)
adalah salah satu buku terbaik yang pernah
ditulis oleh ulama Banjar. Buku berisi ajaran Ilmu
Ketuhanan (tasawwuf) ini disusun oleh Syekh
Muhammad Nafis bin Idris bin Husein Al-Banjari.
Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari mengarang
buku ini di Mekkah dalam bahasa Melayu, tahun
1200 Hijriah (1785/1786 Masehi).
Naskah Durrun Nafis (Permata yang Indah) yang
dalam bahasa Melayu kemudian diterjemahkan
oleh ulama Banjar lainnya, KH Haderanie HN, ke
dalam bahasa Indonesia, dan diberi catatan serta
penjelasan sehingga lebih mudah dipahami.
Permata Yang Indah tampaknya beredar dan
menjadi rujukan kajian di kalangan ulama-ulama
Banjar yang pernah bermukim di Mekah. Tak
heran jika, KH Haderanie HN dalam kata
pengantar terjemahannya, mengungkapkan,
seorang ulama terkenal Syekh Abdurahman
Shiddiq di Sapat/Tambilahan, salah seorang
ulama keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al-
Banjari, telah menyusun sebuah risalah yang
bernama Amal Ma’rifat yang hampir serupa isi,
bahasa dan sebagian susunan kalimatnya.
Sebagai jaminan terhadap kepiawaian dan
luasnya pengetahuan dari sang penyusun Durrun
Nafis, ungkap KH Haderanie HN, dapat dilihat
pada bagian terakhir dari tulisan Syekh
Muhammad Nafis Al-Banjari, yang berbunyi:
“Banjarmasin tempat lahirnya, Mekkah tempat
tinggalnya, Syafi’ie mazhabnya, Asy’arie
iktikadnya, Junaidi ikutannya, Qadriyah
Thoriqatnya, Syathoriyah pakainnya,
Naqsyabandiyah amalannya, Khalwatiyah
makanannya, Samaniyah minumannya.”
Durrun Nafis memuat konsep dan paham-paham
rumit dalam Ilmu Ketuhanan seperti Tauhid Ap’al
(Keesaan Perbuatan), Tauhid Asma (Keesaan
Nama Allah SWT), Tauhid Sifat (Keesaan Sifat-
sifat), Tauhid Zat (Keesaan Zat) dan Martabat
Tujuh.
Karena ‘jelimetnya’ dan tidak sembarang orang
mudah memahami teks, ajaran dan istilah-istilah
ilmu yang banyak dipraktekkan kaum sufi ini,
muncul kekhawatiran di kalangan masyarakat
umum Banjar dengan istilah “kalu salah kaih
(kalau salah mengambil/memahami)” serta
tudingan, “sesat dan menyesatkan”
Lebih Menarik Lagi: