Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan tidak sama dengan
pemisahan kekuasaan. Pembagian kekuasaan
berarti kekuasaan negara dibagi dalam beberapa
bagian, tetapi tidak dipisahkan. Sedangkan
pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara
terpisah-pisah secara ketat dalam beberapa
bagian, baik mengenai orangnya maupun
mengenai fungsinya. Timbulnya ajaran pemisahan
kekuasaan ini ialah di Eropa Barat, sebagai reaksi
terhadap kekuasaan raja yang absolut. Tujuannya
ialah untuk menghindarkan kekuasaan berada di
satu tangan dan melindungi hak-hak asasi
manusia. Orang pertama yang mengajarkan
ajaran pemisahan kekuasaan ialah John Locke,
seorang negarawan Inggris. Ia membagi
kekuasaan negara atas tiga bidang yaitu:
1) kekuasaan legislatif, ialah kekuasaan membuat
undang-undang;
2) kekuasaan eksekutif, ialah kekuasaan untuk
menjalankan undang-undang;
3) kekuasaan federatif, ialah kekuasaan yang
meliputi kekuasaan mengenai perang dan damai,
membuat perserikatan dan aliansi serta segala
tindakan dengan semua orang dan badan-badan
di luar negeri. Ajaran pemisahan di atas
disebutkan dalam bukunya yang berjudul “Two
Treaties on Civil Government” (1690). John Locke
berpendapat, ketiga kekuasaan negara itu harus
dipisahkan satu dari yang lain. Timbulnya
kekuasaan federatif, karena negara Inggris pada
waktu itu mempunyai banyak jajahan.
Dengan diilhami oleh pembagian kekuasaan John
Locke, Montesquieu, seorang pengarang, ahli
politik dan filsafat Perancis mengadakan pula
pemisahan kekuasaan negara. Ajaran
Montesquieu ini disebutkan dalam bukunya yang
berjudul “Esprit de Lois (1748)”.
Ia membagi kekuasaan negara atas tiga bidang,
yaitu:
1) kekuasaan legislatif, ialah kekuasaan untuk
membuat undang-undang;
2) kekuasaan eksekutif, ialah kekuasaan untuk
menjalankan undang-undang;
3) kekuasaan yudikatif, ialah kekuasaan untuk
mengawasi undang-undang yang dilaksanakan
oleh badan-badan peradilan (Mahkamah Agung
dan pengadilan bawahannya).
Dari uraian di atas ternyata terdapat perbedaan
antara ajaran pemisahan negara dari John Locke
dan Montesquieu. Montesquieu menempatkan
kekuasaaan federatif menjadi bagian kekuasaaan
eksekutif. Kekuasaan federatif bukanlah kekuasan
yang berdiri sendiri.
Menurut Montesquieu dalam satu sistem
pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan
negara itu harus terpisah satu dari yang lain, baik
mengenai orangnya maupun fungsinya. John
Locke menempatkan kekuasaan yudikatif bukan
sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri, tetapi
merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif.
Ajaran pemisahan kekuasaan atas tiga bidang
tersebut di atas, disebut oleh Immanuel Kant,
seorang filsuf Jerman (1724-1804) dengan istilah:
“Trias Politica” (bahasa Yunani), atau “Politik
Tiga Serangkai” menurut istilah JCT. Simorangkir,
SH.
Adapun pokok ajaran Trias Politica Montesquieu
adalah sebagai berikut.
1) Kekuasaan Legislatif
Kekuasaan legislatif ini diletakkan pada suatu
badan yang berhak untuk membuat undang-
undang. Dengan demikian akan terhindar bahwa
tiap golongan atau perseorangan membuat
undang-undang untuk kepentingannya.
Dalam negara demokrasi yang berdasarkan
kedaulatan rakyat, maka badan pembuat undang-
undang itu ialah badan perwakilan, yang dianggap
sebagai badan tertinggi yang berhak untuk itu.
Oleh karena itu, badan pembuat undang-undang
dapat disebut Badan Legislatif. Badan Legislatif
ialah badan yang bertugas hanya untuk membuat
undang-undang.
2) Kekuasaan Eksekutif
Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Kepala
Negara. Agar kekuasaan ini dapat dijalankan
sebaik-baiknya, maka Kepala Negara perlu
dibantu oleh aparatur (alat) pemerintahan di
bawahnya. Dengan demikian, Kepala Negara
bersama aparatur pemerintahan lainnya
merupakan badan pelaksana undang-undang.
Oleh karena itu, badan itu disebut Badan
Eksekutif. Badan Eksekutif ialah badan yang
bertugas hanya untuk melaksanakan undang-
undang.
3) Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif disebut pula kekuasaan
kehakiman atau kekuasaan justisi. Kekuasaan
yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan
pengadilan-pengadilan di bawahnya. Oleh karena
itu, badan yang memegang kekuasaan yudikatif
disebut Badan Kehakiman atau Badan Justisi.
Badan Kehakiman bertugas hanya untuk
mempertahankan undang-undang dan
memberikan peradilan kepada rakyat. Badan
Kehakiman inilah yang berhak memutuskan
perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap
pelanggaran undang-undang yang telah diadakan
dan dijalankan.
Badan Kehakiman adalah badan yang berdiri
sendiri. Meskipun anggota Badan Kehakiman ini
diangkat oleh kepala negara, tetapi mereka tidak
diperintah langsung oleh Kepala Negara. Bahkan
mereka dapat menghukum kepala negara, jika
kepala negara melanggar hukum. Dalam praktik
ketatanegaraan, ajaran Trias Politica seperti
tersebut di atas tidak dapat dilaksanakan secara
murni, sebagaimana dimaksudkan oleh
Montesquieu. Hal ini disebabkan, Badan Legislatif
yang bertugas untuk membuat undang-undang
melibatkan pula Badan Eksekutif.
Badan Eksekutif tugasnya hanya melaksanakan
undang-undang, sekarang turut membuat
undang-undang. Oleh karena ajaran Trias Politica
dalam praktiknya tidak murni lagi, maka Prof. Ivor
Jennings mengemukakan pendapatnya tentang
hal itu dalam bukunya yang berjudul “The Law
and The Constitution”, sebagai berikut.
1. Pemisahan kekuasaan dapat dilihat dari sudut
material dan sudut formal.
2. Pemisahan kekuasaan dari sudut material ialah
pembagian kekuasaan yang dipertahankan secara
tegas dalam tugas-tugas kenegaraan yang secara
jelas memperlihatkan adanya pemisahan
kekuasaan itu dalam tiga bagian, yaitu legislatif,
eksekutif, dan yudikatif.
3. Pemisahan kekuasaan dari sudut formal ialah
pembagian kekuasaan yang tidak dipertahankan
secara tegas. Dr. Ismail Suny dalam bukunya:
“Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” menyatakan,
bahwa kekuasaan dalam arti material
sepantasnya disebut separation power
(pemisahan kekuasaan), sedangkan yang dalam
arti formal sebaiknya disebut division of power
(pembagian kekuasaan).
Pembagian kekuasaan tidak sama dengan
pemisahan kekuasaan. Pembagian kekuasaan
berarti kekuasaan negara dibagi dalam beberapa
bagian, tetapi tidak dipisahkan. Sedangkan
pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara
terpisah-pisah secara ketat dalam beberapa
bagian, baik mengenai orangnya maupun
mengenai fungsinya. Timbulnya ajaran pemisahan
kekuasaan ini ialah di Eropa Barat, sebagai reaksi
terhadap kekuasaan raja yang absolut. Tujuannya
ialah untuk menghindarkan kekuasaan berada di
satu tangan dan melindungi hak-hak asasi
manusia. Orang pertama yang mengajarkan
ajaran pemisahan kekuasaan ialah John Locke,
seorang negarawan Inggris. Ia membagi
kekuasaan negara atas tiga bidang yaitu:
1) kekuasaan legislatif, ialah kekuasaan membuat
undang-undang;
2) kekuasaan eksekutif, ialah kekuasaan untuk
menjalankan undang-undang;
3) kekuasaan federatif, ialah kekuasaan yang
meliputi kekuasaan mengenai perang dan damai,
membuat perserikatan dan aliansi serta segala
tindakan dengan semua orang dan badan-badan
di luar negeri. Ajaran pemisahan di atas
disebutkan dalam bukunya yang berjudul “Two
Treaties on Civil Government” (1690). John Locke
berpendapat, ketiga kekuasaan negara itu harus
dipisahkan satu dari yang lain. Timbulnya
kekuasaan federatif, karena negara Inggris pada
waktu itu mempunyai banyak jajahan.
Dengan diilhami oleh pembagian kekuasaan John
Locke, Montesquieu, seorang pengarang, ahli
politik dan filsafat Perancis mengadakan pula
pemisahan kekuasaan negara. Ajaran
Montesquieu ini disebutkan dalam bukunya yang
berjudul “Esprit de Lois (1748)”.
Ia membagi kekuasaan negara atas tiga bidang,
yaitu:
1) kekuasaan legislatif, ialah kekuasaan untuk
membuat undang-undang;
2) kekuasaan eksekutif, ialah kekuasaan untuk
menjalankan undang-undang;
3) kekuasaan yudikatif, ialah kekuasaan untuk
mengawasi undang-undang yang dilaksanakan
oleh badan-badan peradilan (Mahkamah Agung
dan pengadilan bawahannya).
Dari uraian di atas ternyata terdapat perbedaan
antara ajaran pemisahan negara dari John Locke
dan Montesquieu. Montesquieu menempatkan
kekuasaaan federatif menjadi bagian kekuasaaan
eksekutif. Kekuasaan federatif bukanlah kekuasan
yang berdiri sendiri.
Menurut Montesquieu dalam satu sistem
pemerintahan negara, ketiga jenis kekuasaan
negara itu harus terpisah satu dari yang lain, baik
mengenai orangnya maupun fungsinya. John
Locke menempatkan kekuasaan yudikatif bukan
sebagai kekuasaan yang berdiri sendiri, tetapi
merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif.
Ajaran pemisahan kekuasaan atas tiga bidang
tersebut di atas, disebut oleh Immanuel Kant,
seorang filsuf Jerman (1724-1804) dengan istilah:
“Trias Politica” (bahasa Yunani), atau “Politik
Tiga Serangkai” menurut istilah JCT. Simorangkir,
SH.
Adapun pokok ajaran Trias Politica Montesquieu
adalah sebagai berikut.
1) Kekuasaan Legislatif
Kekuasaan legislatif ini diletakkan pada suatu
badan yang berhak untuk membuat undang-
undang. Dengan demikian akan terhindar bahwa
tiap golongan atau perseorangan membuat
undang-undang untuk kepentingannya.
Dalam negara demokrasi yang berdasarkan
kedaulatan rakyat, maka badan pembuat undang-
undang itu ialah badan perwakilan, yang dianggap
sebagai badan tertinggi yang berhak untuk itu.
Oleh karena itu, badan pembuat undang-undang
dapat disebut Badan Legislatif. Badan Legislatif
ialah badan yang bertugas hanya untuk membuat
undang-undang.
2) Kekuasaan Eksekutif
Kekuasaan eksekutif dipegang oleh Kepala
Negara. Agar kekuasaan ini dapat dijalankan
sebaik-baiknya, maka Kepala Negara perlu
dibantu oleh aparatur (alat) pemerintahan di
bawahnya. Dengan demikian, Kepala Negara
bersama aparatur pemerintahan lainnya
merupakan badan pelaksana undang-undang.
Oleh karena itu, badan itu disebut Badan
Eksekutif. Badan Eksekutif ialah badan yang
bertugas hanya untuk melaksanakan undang-
undang.
3) Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif disebut pula kekuasaan
kehakiman atau kekuasaan justisi. Kekuasaan
yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan
pengadilan-pengadilan di bawahnya. Oleh karena
itu, badan yang memegang kekuasaan yudikatif
disebut Badan Kehakiman atau Badan Justisi.
Badan Kehakiman bertugas hanya untuk
mempertahankan undang-undang dan
memberikan peradilan kepada rakyat. Badan
Kehakiman inilah yang berhak memutuskan
perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap
pelanggaran undang-undang yang telah diadakan
dan dijalankan.
Badan Kehakiman adalah badan yang berdiri
sendiri. Meskipun anggota Badan Kehakiman ini
diangkat oleh kepala negara, tetapi mereka tidak
diperintah langsung oleh Kepala Negara. Bahkan
mereka dapat menghukum kepala negara, jika
kepala negara melanggar hukum. Dalam praktik
ketatanegaraan, ajaran Trias Politica seperti
tersebut di atas tidak dapat dilaksanakan secara
murni, sebagaimana dimaksudkan oleh
Montesquieu. Hal ini disebabkan, Badan Legislatif
yang bertugas untuk membuat undang-undang
melibatkan pula Badan Eksekutif.
Badan Eksekutif tugasnya hanya melaksanakan
undang-undang, sekarang turut membuat
undang-undang. Oleh karena ajaran Trias Politica
dalam praktiknya tidak murni lagi, maka Prof. Ivor
Jennings mengemukakan pendapatnya tentang
hal itu dalam bukunya yang berjudul “The Law
and The Constitution”, sebagai berikut.
1. Pemisahan kekuasaan dapat dilihat dari sudut
material dan sudut formal.
2. Pemisahan kekuasaan dari sudut material ialah
pembagian kekuasaan yang dipertahankan secara
tegas dalam tugas-tugas kenegaraan yang secara
jelas memperlihatkan adanya pemisahan
kekuasaan itu dalam tiga bagian, yaitu legislatif,
eksekutif, dan yudikatif.
3. Pemisahan kekuasaan dari sudut formal ialah
pembagian kekuasaan yang tidak dipertahankan
secara tegas. Dr. Ismail Suny dalam bukunya:
“Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” menyatakan,
bahwa kekuasaan dalam arti material
sepantasnya disebut separation power
(pemisahan kekuasaan), sedangkan yang dalam
arti formal sebaiknya disebut division of power
(pembagian kekuasaan).
Lebih Menarik Lagi: