Sifat Allah Kalam | Blog Legenda Tauhid

Sifat Allah Kalam


06.29 |


     Firman Allah SWT dalam; Q.S. al-Anfal : 42
وَإِنَّ اللهَ لَـسَـمِـيْـعٌ عَـلِـيْـمٌ
Dan sesungguhnya Allah Ta’ala itu Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
            Yang dimaksud dengan ilmu ialah ; mengetahui, yakni Allah Ta’ala mengetahui segala-galanya dengan tidak ada perantara, tidak ada tingkatan-tingkatan dan tidak ada didahului oleh jahil (tidak tahu sebelumnya).
          
 Dalam pengertian tersebut ada empat unsur; yang harus diketahui secara mendalam , untuk dapat dimengerti maksud dari Ilmu, sebagai salah satu sifat Allah Ta’ala. Unsur-unsur yang dimaksud ialah :
          
  1. Segala-galanya
           
 Yang dimaksud dengan segala-galanya ialah ; segala yang wajib adanya, segala yang mustahil pada akal dan segala yang mumkin atau jaiz.
            
Segala yang wajib meliputi, segala yang wajib ada pada akal dan segala yang wajib ada pada adat.
            
Sedangkan segala yang mustahil , meliputi segala yang mustahil ada pada akal dan segala yang mustahil ada pada adat pula.
           
 Sementara segala yang mumkin, meliputi segala yang mumkin ada pada akal dan segala yang mumkin ada pada adat/yang jaiz.
          

  Maka jumlah segala-galanya itu, dapat dikelompokkan kepada beberapa kelompok, sebagai berikut :
  1. Segala yang wajib ada pada akal, misalnya zat Allah Ta’ala.
  2. Segala yang wajib ada pada adat. Misalnya ibu dari setiap anak
  3. Segala yang mustahil ada pada akal, misalnya anak Tuhan
  4. Segala yang mustahil ada pada adat, misalnya ada anak tanpa ibu.
  5. Segala yang mumkin ada pada akal, misalnya hujan besok turun
  6. Segala yang mumkin ada pada adat, misalnya ada anak lebih kecil badannya dari ayahnya.

2.  Tiada perantara
            Maksudnya, Allah Ta’ala mengetahui segala sesuatu itu hanya dengan ilmuNya, bukan sebagaimana halnya manusia mengetahui dengan melalui alat atau perantara.
   
 Manusia mengetahui sesuatu dengan bermacam-macam alat perantara seperti; pendengaran melalui telinga, penglihatan melalui mata; penciuman melalui hidung, perasaan dan sentuhan melalui kulit, mengetahui benar dan salah dengan akal. Maka, masing-masing perantara itu mempunyai kekhususan yang terbatas pula.
            Apabila perantara–perantara itu digunakan, tidak sesuai dengan kekhususannya yang terbatas itu, sudah pasti tidak akan mengahsilkan ilmu sama sekali.
            Oleh karena itu, berbeda dengan Allah Ta’ala yang mengetahui segala sesuatu itu secara langsung (inkisyaf) dengan tidak memerlukan perantara sama sekali.
          
  3. Tidak ada tingkatan-tingkatan
           
 Ilmu Allah Ta’ala tidak ada tingkatan-tingkatannya, berlainan halnya dengan ilmu manusia, ilmu manusia mempunyai tingkatan-tingkatan kwalitas yaitu :
  
    a.    Mulai dari tidak tahu, menjadi tahu.
      b.    Waham, yakni sangkaan yang ringan terhadap adanya sesuatu atau tidak adanya.
      c.    Syak, yakni sangkaan yang sama kuat terhadap adanya sesuatu atau tidak adanya
      d.    Zhan, yakni sangkaan yang kuat terhadap adanya sesuatu atau tidak adanya.
      e.    I’tiqad shahih, yakni yakin terhadap adanya sesuatu atau tidak adanya.
        f.    Ma’rifah, yakni yakin adanya sesuatu atau tidak adanya sesuatu, di mana keyakinan tersebut adalah hasil dari analisa dalil atau pengalaman melalui perantara
      g.    Atau manusia dapat berilmu (tahu) melalui; tahapan, tahu, mengetahui, kenal (ma’rifah), mengenal, lebih tahu, sangat tahu, dan seterusnya.

Maka yang dimaksud dengan tidak ada tingkatan-tingkatan, ialah ilmu (tahu) Alah Ta’ala terhadap sesuatu itu, tidak ada tingkatan-tingkatan tersebut di atas.
           
 4. Tidak didahului oleh jahil (tidak tahu)
            Tahu (ilmu) manusia selamanya didahului oleh tiada ilmu (tidak tahu), hal ini merupakan kemestian bagi manusia, disebabkan manusia itu sendiri adalah hadits (adanya didahului oleh tiada) yakni tidak qadim.
          
  Maka sudah semestinya ilmu bagi manusia itu, suatu yang mendatang pula yakni, sesudah manusia itu ada, baru sedikit demi sedikit ilmunya bertambah, dan ia tahu sebagaimana diterangkan oleh penciptanya sendiri dalam ; Q.S. An-Nahl  : 78
وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِـنْ بٌطٌوْنِ أُمَّـهَـاتِـكُـمْ لاَ تَعْـلَمُـوْنَ شَـيْـئًا وَجَـعَلَ لَكُمُ السَّـمْعَ وَ الأَبْـصَـارَ وَالأَفْـئِـدَةَ لَـعَـلَّـكُمْ تَـشْكُـرُوْنَ
Artinya : Dan Allah Ta’ala mengeluarkan (melahirkan) kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun dan Ia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan pemikiran agar (hati) kamu bersyukur.
            Ayat tersebut menegaskan bahwa, ilmu manusia berangsur-angsur datangnya, berlainan halnya dengan ilmu Allah Ta’ala, yang tidak berangsur-angsur adanya, dan tidak pernah adanya didahului oleh tiada karena sifat ilmunya berada tetap dengan zatNya.

B. Mustahil Jahil (Tidak Tahu)
            Yaitu mustahil Allah Ta’ala bersifat jahil atau tidak tahu. Yang dimaksud dengan jahil ialah. Kebalikan dari pengertian ilmu yang lalu yaitu :

1.      Tidak tahu segala-galanya
2.      Tahu sebahagiannya, tidak tahu sebahagian atau ada sesuatu yang tidak diketahuinya.
3.      Tahu segala-galanya, tetapi dengan perantara.
4.      Tahu segala-galanya tanpa perantara, tetapi mempunyai tingkatan seperti melalui proses; mengetahui, lebih tahu, maha tahu dan sangat Maha Tahu.
5.      Tahu segala-galanya tanpa perantara, yang tidak mempunyai tingkatan-tingkatan tetapi, didahului oleh tiada tahu (pernah belum tahu)
6.      Termasuk dalam kata-kata jahil, yaitu ; Syak, Zhan, dan Waham Tuhan, atau IA tahu dengan melalui nazhar (penelitian) dan Istidlal atau dengan susah dan dengan mudah atau IA tahu seperti i’tiqad jazim atau didatangi lupa, silap dan lalai atau IA mengetahui sesuatu hanya secara global, semua itu mustahil atasNya.

Maka himpunan keenam inilah, yang dimaksud dengan nama jahil sebagai lawan/kebalikan dari ilmu.
Allah Ta’ala Maha Tahu (‘alimun) yang wajib menurut akal IA bersifat ilmu, maka tidak ada suatu apapun yang terlepas dari pengetahuanNya, ilmuNya meliputi hal yang wajib, hal yang mustahil dan hal yang mumkin (jaiz). DiketahuiNya segala yang berwujud ataupun yang tidak, segala yang nampak ataupun yang tidak, segala yang dirasa atau yang tidak, yang kesimpulannya wallahu a’alam Ia jualah yang mengetahui, karena tersingkap kepadaNya segala-galanya.


Lebih Menarik Lagi:


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar