Hukum maritim adalah himpunan peraturan-
peraturan termasuk perintahperintah dan
larangan-larangan yang bersangkut paut dengan
lingkungan maritim dalam arti luas, yang
mengurus tata tertib dalam masyarakat maritim
dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat
itu (Jordan Eerton,2004).
Tujuan hukum maritim antara lain :
1. Menjaga kepentingan tiap-tiap menusia dalam
masyarakat maritim, supaya kepentingannya tidak
dapat diganggu,
2. Setiap kasus yang menyangkut kemaritiman
diselesaikan berdasarkan hukum maritim yang
berlaku
Yang bersangkut paut dalam lingkungan hukum
kemaritiman itu antara lain dapat dibedakan
menjadi 2 batasan antara lain :
a. Subyek Hukum Maritim
contoh (1) : manusia ( Natuurlijke persoon)
a.1. Nakhoda kapal (Ship’s Master)
a.2. Awak kapal (Crew’s)
a.3. Pengusaha kapal (Ship’s operator)
a.4. Pemilik kapal (Ship’s owner)
a.5. Pemilik muatan (Cargo owner)
a.6. Pengirim muatan (Cargo shipper)
a.7. Penumpang kapal (Ship’s passangers)
Contoh (2) : Badan hukum (Recht persoon)
a.8. Perusahaan Pelayaran (Shipping company)
a.9. Ekspedisi Muatan Kapal Laut ( EMKL )
a.10. International Maritime Organization (IMO)
a.11. Ditjen Peruhubungan Laut
a.12. Administrator Pelabuhan
a.13. Kesyahbandaran
a.14. Biro Klasifikasi
b. Obyek Hukum Maritim
Contoh (1) : benda berwujud
b.1. Kapal (dalam arti luas)
b.2. Perlengkapan kapal
b.3. Muatan kapal
b.4. Tumpahan minyak dilaut
b.5. Sampah dilaut
Contoh (2) : benda tak berwujud
b.6. Perjanjian-perjanjian
b.7. Kesepakatan-kesepakatan
b.8. Surat Kuasa
b.9. Perintah lisan
Contoh (3) : benda bergerak
b.10. Perlengkapan kapal
b.11. Muatan kapal
b.12. Tumpahan minyak dilaut
Contoh (4) : benda tak bergerak
b.13. Galangan kapal
Hukum Maritim jika ditinjau dari tempat
berlakunya maka ada 2
penggolongan yaitu Hukum Maritim Nasional dan
Hukum Maritim
Internasional.
Hukum Maritim Nasional adalah Hukum Maritim
yang diberlakukan
secara Nasional dalam suatu Negara. Untuk di
Indonesia contohnya
adalah :
1. Buku kedua KUHD tentang Hak dan Kewajiban
yang timbul dari
Pelayaran
2. Buku kedua Bab XXIX KUH Pidana tentang
Kejahatan Pelayaran
3. Buku ketiga Bab IX KUH Pidana tentang
Pelanggaran Pelayaran
4. Undang-Undang No.21 Tahun 2001 tentang
Pelayaran
5. Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 2000
tentang Kepelautan
6. Keputusan Menteri (KM) Menteri Perhubungan
RI No.70 Tentang
Pengawakan Kapal Niaga
Hukum Maritim Internasional adalah Hukum
maritim yang diberlakukan
secara internasional sebagai bagian dari hukum
antara Bangsa/Negara.
Contoh Hukum Maritim Internasional :
1. Internastional Convention on Regulation for
Preventing Collision at Sea. 1972 (Konvensi
Internasional tentang Peraturan untuk mencegah
terjadinya tubrukan di laut Thn 1972).
2. International Convention on Standard if
Training Certification and Watchkeeping for
Seafarars 1978, Code 1995. (Konvensi
Internasional tentang standar Pelatihan, Sertifikasi
dan Tugas Jaga pelaut Thn 1978 dengan
amandemen thn 1995)
3. International Convention of Safety of Life At
Sea 1974 (Konvensi Internasional tentang
Keselamatan Jiwa di Laut thn 1974).
4. International Convention for the Prevention if
Pollution from Ship 1973/1978 (Konvensi
Internasional tentang Pencegahan Pencemaran di
Laut dari kapal thn 1973/1978).
5. Convention on the International Maritime
Satellite Organization 1976 (Konvensi tentang
Organisasi Satelit Maritim Internasional /
INMARSAT 1976).
6. International Convention on Maritime Search
and Rescue 1979 (Konvensi Internasional tentang
S.A.R Maritim thn 1979).
Dari uraian tersebut diatas maka secara ringkas
dapatlah dimengerti bahwa ruang lingkup Hukum
Maritim dalam arti luas itu meliputi beberapa hal
sebagai berikut :
1. Hubungan hukum antar Bangsa/Negara dalam
kaitannya dengan persoalan kemaritiman
(Konvensi),
2. Hubungan hukum antar Negara dengan Badan
Hukum Maritim (Perusahaan Pelayaran),
3. Hubungan hukum antar Negara dengan orang-
perorangan (misalkan tentang kejahatan dan
pelanggaran maritim),
4. Hubungan antar Badan Hukum Maritim dengan
Nakhoda dan awak kapal lainnya (misalnya
antara Perusahaan Pelayaran dengan awak kapal)
5. Hubuingan hukum antar Badan hukum Maritim
(misalnya antara Pengusaha kapal selaku
pengangkut/carrier, Perusahaan Bongkar Muat/
PBN, dan Ekspedisi Muatan Kapal laut/EMKL,
selaku pengirim/shipper)
6. Hubungan hukum antar Negara dengan alat
kelengkapannya yang menyangkut lingkungan
maritim (misalnya antara Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut dengan jajaran birokrasi
perhubungan laut yang berada dibawahnya),
7. Hubungan hukum antara Negara dengan
Lembaga Maritim Internasional (misalnya antara
negara dengan lembaga IMO),
8. Hubungan hukum antara Lembaga Maritim
International dengan orang-perorang (misalnya
kejahatan/pelanggaran pelayaran)
9. Hubungan hukum antara Nakhoda selaku
Pimpinan diatas Kapal dengan Anak Buah
Kapalnya),
10. Dan contoh lainnya yang melibatkan subyek
dan obyek Hukum Maritim didalamnya.
13.2. Peraturan Safety Of Life At Sea ( SOLAS )
Peraturan Safety Of Life At Sea (SOLAS) adalah
peraturan yang mengatur keselamatan maritim
paling utama. Demikian untuk meningkatkan
jaminan keselamatan hidup dilaut dimulai sejak
tahun 1914, karena saat itu mulai dirasakan
bertambah banyak kecelakaan kapal yang
menelan banyak korban jiwa dimana-mana. Pada
tahap permulaan mulai dengan memfokuskan
pada peraturan kelengkapan navigasi, kekedapan
dinding penyekat kapal serta peralatan
berkomunikasi, kemudian berkembang pada
konstruksi dan peralatan lainnya.
Modernisasi peraturan SOLAS sejak tahun 1960,
mengganti Konvensi 1918 dengan SOLAS 1960
dimana sejak saat itu peraturan mengenai desain
untuk meningkatkan faktor keselamatan kapal
mulai dimasukan seperti :
- desain konstruksi kapal
- permesinan dan instalasi listrik
- pencegah kebakaran
- alat-alat keselamatan
- alat komunikasi dan keselamatan navigasi
Usaha penyempurnaan peraturan tersebut dengan
cara mengeluarkan peraturan tambahan
(amandement) hasil konvensi IMO, dilakukan
berturut-turut tahun 1966, 1967, 1971 dan 1973.
Namun demikian usaha untuk memberlakukan
peraturan-peraturan tersebut secara Internasional
kurang berjalan sesuai yang diharapkan, karena
hambatan prosedural yaitu diperlukannya
persetujuan 2/3 dari jumlah Negara anggota
untuk meratifikasi peratruran dimaksud, sulit
dicapai dalam waktu yang diharapkan.
Karena itu pada tahun 1974 dibuat konvensi baru
SOLAS 1974 dengan prosedur baru, bahwa setiap
amandement diberlakukan sesuai target waktu
yang sudah ditentukan, kecuali ada penolakan 1/3
dari jumlah Negara anggota atau 50 % dari
pemilik tonnage yang ada di dunia.
Kecelakaan tanker terjadi secara beruntun pada
tahun 1976 dan 1977, karena itu atas prakarsa
Presiden Amerika Serikat JIMMY CARTER, telah
diadakan konfrensi khusus yang menganjurkan
aturan tambahan terhadap SOLAS 1974 supaya
perlindungan terhadap Keselamatan Maritim kebih
efektif.
Pada tahun 1978 dikeluarkan komvensi baru
khusus untuk tanker yang dikenal dengan nama
“Tanker Safety and Pollution Prevention (TSPP
1978)” yang merupakan penyempurnaan dari
SOLAS 1974 yang menekankan pada perencanaan
atau desain dan penambahan peralatan untuk
tujuan keselamatan operasi dan pencegahan
pencemaran perairan. Kemudian diikuti dengan
tambahan peraturan pada tahun 1981 dan 1983
yang diberlakukan bulan September 1984 dan Juli
1986.
Peraturan baru Global Matime Distress and Safety
System (GMDSS) pada tahun 1990 merupakan
perubahan mendasar yang dilakukan IMO pada
sistim komunikasi maritim, dengan menfaatkan
kemajuan teknologi di bidang komunikasi sewperti
satelit dan akan diberlakukan secara bertahap
dari tahun 1995 s/ 1999.
Konsep dasar adalah, Badan SAR di darat dan
kapal-kapal yang mendapatkan berita kecelakaan
kapal (vessel in distress) akan segera disiagakan
agar dapat membantu melakukan koordinasi
pelaksanaan operasi SAR.
Lebih Menarik Lagi: