Nakhoda Kapal
UU. No.21 Th. 1992 dan juga pasal 341.b KUHD
dengan tegas menyatakan bahwa Nakhoda
adalah pemimpin kapal, kemudian dengan
menelaah pasal 341 KUHD dan pasal 1 ayat 12
UU. No.21 Th.1992, maka definisi dari Nakhoda
adalah sebagai berikut :
“ Nakhoda kapal ialah seseorang yang sudah
menanda tangani Perjanjian Kerja Laut (PKL)
dengan Pengusaha Kapal dimana dinyatakan
sebagai Nakhoda, serta memenuhi syarat sebagai
Nakhoda dalam arti untuk memimpin kapal sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku “
Pasal 342 KUHD secara ekplisit menyatakan
bahwa tanggung jawab atas kapal hanya berada
pada tangan Nakhoda, tidak ada yang lain. Jadi
apapun yang terjadi diatas kapal menjadi
tanggung jawab Nakhoda, kecuali perbuatan
kriminal.
Misalkan seorang Mualim sedang bertugas
dianjungan sewaktu kapal mengalami
kekandasan. Meskipun pada saat itu Nakhoda
tidak berada di anjungan, akibat kekandasan itu
tetap menjadi tanggung jawab Nakhoda. Contoh
yang lain seorang Masinis sedang bertugas di
Kamar Mesin ketika tiba-tiba terjadi kebakaran
dari kamar mesin. Maka akibat yang terjadi
karena kebakaran itu tetap menjadi tanggung
jawab Nakhoda. Dengan demikian secara ringkas
tanggung jawab Nakhoda kapal dapat dirinci
antara lain :
1. Memperlengkapi kapalnya dengan sempurna
2. Mengawaki kapalnya secara layak sesuai
prosedur/aturan
3. Membuat kapalnya layak laut (seaworthy)
4. Bertanggung jawab atas keselamatan
pelayaran
5. Bertanggung jawab atas keselamatan para
pelayar yang ada diatas kapalnya
6. Mematuhi perintah Pengusaha kapal selama
tidak menyimpang dari peraturan perundang-
undangan yang berlaku
Jabatan-jabatan Nakhoda diatas kapal yang
diatur oleh peraturan dan perundang-undangan
yaitu :
1. Sebagai Pemegang Kewibawaan Umum di atas
kapal. (pasal 384, 385 KUHD serta pasal 55 UU.
No. 21 Th. 1992).
2. Sebagai Pemimpin Kapal. (pasal 341 KUHD,
pasal 55 UU. No. 21 Th. 1992 serta pasal 1/1 (c)
STCW 1978).
3. Sebagai Penegak Hukum. (pasal 387, 388, 390,
394 (a) KUHD, serta pasal 55 No. 21 Th. 1992).
4. Sebagai Pegawai Pencatatan Sipil. (Reglemen
Pencatatan Sipil bagi Kelahiran dan Kematian,
serta pasal 55 UU. No. 21. Th. 1992).
5. Sebagai Notaris. (pasal 947 dan 952
KUHPerdata, serta pasal 55 UU. No. 21, Th.
1992).
13.7.1.1. Nakhoda sebagai Pemegang
Kewibawaan Umum
Mengandung pengertian bahwa semua orang yang
berada di atas kapal, tanpa kecuali harus taat
serta patuh kepada perintah-perintah Nakhoda
demi terciptanya keamanan dan ketertiban di atas
kapal. Tidak ada suatu alasan apapun yang dapat
dipakai oleh orang-orang yang berada di atas
kapal untuk menentang perintah Nakhoda
sepanjang perintah itu tidak menyimpang dari
peraturan perundang-undangan. Aetiap
penentangan terhadap perintah Nakhoda yang
demikian itu merupakan pelanggaran hukum,
sesuai dengan pasal 459 dam 460 KUH. Pidana,
serta pasal 118 UU. No.21, Th. 1992. Jadi
menentang perintah atasan bagi awak kapal
dianggap menentang perintah Nakhoda karena
atasan itu bertindak untuk dan atas nama
Nakhoda.
13.7.1.2. Nakhoda sebagai Pemimpin Kapal
Nakhoda bertanggung jawab dalam membawa
kapal berlayar dari pelabuhan satu ke pelabuhan
lain atau dari tempat satu ke tempat lain dengan
selamat, aman sampai tujuan terhadap
penumpang dan segala muatannya.
13.7.1.3. Nakhoda sebagai Penegak Hukum
Nakhoda adalah sebagai penegak atau abdi
hukum di atas kapal sehingga apabila diatas
kapal terjadi peristiwa pidana, maka Nakhoda
berwenang bertindak selaku Polisi atau Jaksa.
Dalam kaitannya selaku penegak hukum, Nakhoda
dapat mengambil tindakan antara lain :
- menahan/mengurung tersangka di atas kapal
- membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
- mengumpulkan bukti-bukti
- menyerahkan tersangka dan bukti-bukti serta
Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) pada pihak Polisi atau Jaksa
di pelabuhan pertama yang disinggahi.
13.7.1.4. Nakhoda sebagai Pegawai Catatan Sipil
Apabila diatas kapal terjadi peristiwa-peristiwa
seperti kelahiran dan kematian maka Nakhoda
berwenang bertindak selaku Pegawai Catatan
Sipil. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan
Nakhoda jika di dalam pelayaran terjadi kelahiran
antara lain :
1. Membuat Berita Acara Kelahiran dengan 2
orang saksi (biasanya Perwira kapal)
2. Mencatat terjadinya kelahiran tersebut dalam
Buku Harian Kapal
3. Menyerahkan Berita Acara Kelahiran tersebut
pada Kantor Catatan Sipil di pelabuhan pertama
yang disinggahi Jikalau terjadi kematian :
1. Membuat Berita Acara Kematian dengan 2
orang saksi (biasanya Perwira kapal)
2. Mencatat terjadinya kematian tersebut dalam
Buku Harian Kapal
3. Menyerahkan Berita Acara Kematian tersebut
pada Kantor Catatan Sipil di pelabuhan pertama
yang disinggahi
4. Sebab-sebab kematian tidak boleh ditulis
dalam Berita Acara
Kematian maupun Buku Harian Kapal, karena
wewenang membuat visum ada pada tangan
dokter Apabila kelahiran maupun kematian terjadi
di luar negeri, Berita Acaranya diserahkan pada
Kantor Kedutaan Besar R.I. yang berada di
negara yang bersangkutan.
Lebih Menarik Lagi: